JAKARTA (voa-islam.com) - PKS sudah taubat nasuha? Selama satu dekade mengabdi kepada rezim yang korup dan "antek" Amerika yaitu SBY. Satu dekade PKS mengabdi kepada SBY telah terjadi malapetaka. Sekarang PKS memutar haluan, dan menegaskan jati dirinya sebagai partai yang berlambang "padi" itu, berkhidmat kepada rakyat.
PKS juga menegaskan tetap melakukan "oposisi loyal" terhadap pemerintah. Artinya, PKS tetap oposisi terhadap pemerintahan Jokowi, tapi loyal kepada rakyat dan negara. Posisi PKS tidak lagi membela kepentingan kekuasaan, tapi PKS akan lebih berdiri di fihak rakyat. Tentu, semua sikap dan kebijakan serta janji PKS itu, harus di buktikan di depan rakyat. Tidak 'OMDO' alias 'omong doang'.
PKS menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) ke -IV, memberikan lima catatan terhadap satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Pemerintahan Jokowi yang hanya 'OMDO", dan banyak menyelisihi janjinya. Pemerintahan Jokowi lebih menyengsarakan rakyat jelata. Padahal, waktu kampanye menjanjikan kepada rakyat kemakmuran.
Sikap kritis PKS terhadap pemerintahan Jokowi, dan menegaskan secara jelas langkah-langkahnya dalam menjabarkan kebijakan selama lima tahun ke depan, yaitu "BERKHIDMAT" kepada rakyat. 70 langkah kebijakan tentang 'BERKHIDMAT' kepada rakyat akan disosialisasikan di Mukernas yang berlangsung di Hotel Bumi Wiyata, Depok.
Presiden PKS Sohibul Iman menegaskan, ada beberapa hal pencapaian yang positif dan patut diapresiasi namun harus diakui banyak pekerjaan rumah yang masih terbengkalai di masa kepemimpinan Jokowi-JK.
Pertama, PKS memandang pemerintah belum menunjukkan kinerja yang memuaskan dalam mengelola perekonomian nasional. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah dalam Nawacita sebesar 7 persen per tahun semakin jauh dari yang diharapkan.
Apalagi, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya mampu tumbuh 4,6-4,7 persen di kuartal I & II, dan hanya 4,9 persen di kuartal III. Capaian ini adalah prestasi terburuk selama 6 tahun terakhir.
"Empat komponen pertumbuhan ekonomi yakni konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi dan ekspor mengalami pelemahan," kata Sohibul, Selasa (3/11/2015).
Kedua, lanjut Sohibul Iman, PKS menilai belanja pemerintah yang masih dalam kontrol pemerintah belum optimal dijalankan. Sehingga fungsi APBN sebagai kebijakan antiskilis ketika pertumbuhan ekonomi melambat belum efektif dijalankan.
Disamping itu, asumsi makroekonomi dalam APBNP 2015 dan RAPBN 2016 kurang realistis sehingga APBN sebagai jangkar kebijakan fiskal kehilangan kredibilitasnya di mata publik dan pasar.
"Oleh karena itu, PKS dengan tegas memberikan 18 catatan kritis terkait RAPBN 2016. PKS juga sudah menyuarakannya secara lantang di rapat paripurna. Namun demikian, PKS dengan berat hati memilih menerima RAPBN 2016 dengan catatan," jelasnya
Ketiga, Sohibul Iman menambahkan, pemerintah belum optimal dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan yang ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah orang miskin.
Dia memaparkan, pada periode September 2014 - Maret 2015, BPS menyatakan ada tambahan jumlah orang miskin sebesar 860 orang. Pemerintah tidak optimal dalam memitigasi pesatnya laju peningkatan kesenjangan pendapatan yang sudah terjadi di periode sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya koefisien gini dari sebelumnya (2012-2014) di angka 0,41 menjadi 0,42.
"Pemerintah tidak memperhatikan kebijakan proteksi dan promosi masyarakat miskin dan rentan miskin sehingga mereka kurang terlindungi dari guncangan atau shock ekonomi baik dari luar dan dalam," ujarnya.
Keempat, dalam penegakan hukum, menurut Sohibul Iman, pemerintah tidak optimal melakukan konsolidasi antar penegak hukum sehingga agenda penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi terlihat belum solid.
"PKS terus mendorong pemerintah supaya lebih optimal menjalankan fungsinya sebagai penjaga keamanan masyarakat. Harus ada upaya yang lebih baik dalam memitigasi konflik horizontal yang bernuansa SARA seperti yang telah terjadi di Tolikara-Papua dan di Aceh Singkil," jelasnya.
Kelima, Sohibul Iman mendesak pemerintah agar mendorong cepatnya proses konsolidasi politik agar tercipta stabilitas politik nasional.
"Stabilitas politik nasional adalah landasan dari terbangunnya stabilitas perekonomian dan keamanan nasional. Konsolidasi dan komunikasi politik yang intensif adalah kuncinya," pungkas Sohibul Iman.
Pandangan kritis PKS ini, menunjukan terjadinya reorientasi di dalam kepeimpinan PKS, yang selama satu dekade menjadi pendukung rezim SBY. Sekarang lebih berorientasi mengabdi kepada rakyat.
Partai AKP yang didirikan Erdogan, berkuasa hanya dalam satu dekade, berhasil mengubah seluruh rakyat Turki. Rakyat Turki menikmati kemakmuran, dan standar hidup rakyatnya sejajar dengan negara-negara Uni Eropa. Dapatkah PKS menyerupai AKP di Turki?
Namun, yang lebih asas lagi, PKS yang sudah menegaskan sebagai partai yang menjadikan dakwah sebagai panglima, seharusnya 'TIDAK MENGABDI KEPADA MANUSIA, TAPI HANYA MENGABDI KEPADA YANG MENCIPTAKAN MANUSIA'. Mampukah PKS mewujudkan semua janjinya dalam perjuangan lima tahun ke depan? (sasa//voa-islam.com)
-