View Full Version
Selasa, 01 Dec 2015

Dari Budha dan Katolik, Ia Temukan Islam sebagai Agama Terakhir dalam Hidup (1)

JAKARTA (voa-islam.com)- Muhammad Winarto, demikianlah nama mualaf yang diberikan oleh pemuka agama atau ustadz di masjid At-Thaibah, Pulogadung, Jakarta Timur. Berawal dari agama Budha, dan ia sebut keluarganya beragama Konghucu telah menemukan labuhan terakhir ke satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah subhana wa ta’ala. Namun sebelum itu, ia sempat pindah ke agama Kristen pada saat akan meminang wanita.

“Pertama kali saya mempunyai agama Budha. Lantas saya pindah karena itu merupakan syarat untuk menikah dengan wanita yang beragama Kristen Katolik. Saya mengalah. Dan saya melakukan itu,” akunya pada voa-islam.com beberapa waktu lalu.

Namun demikian, apa yang dilakukan olehnya tidak sebanding dengan cinta yang ia “cari”. Winarto mengaku, pada saat telah menikah justru menyesali apa yang dilakukannya. Sehingga rumah tangganya pun berantakan. Pisah dengan isterinya yang telah menemaninya kurang lebih selama delapan tahun.

“Akan tetapi nyatanya itu bukanlah sebuah pengorbanan cinta. Itu pengorbanan cinta biasa,” sambungnya.

Mulai dari banyaknya persoalan yang timbul dari rumah tangga, hingga usaha atau pekerjaannya yang berantakan merupakan indikasi perpisahan itu terjadi. Lantas ia merasa menyesal telah masuk ke dalam agama Kristen.

Ia pun mengatakan sempat ingin kembali ke agama Budha. Namun di dalam agama Budha, siapapun yang telah murtad (keluar) tidak bisa kembali lagi untuk memeluknya.

Seiringnya berjalannya waktu, siklus kehidupannya semakin runtuh. Mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan ia terus berpikir dan berkaca sebab apa semua terjadi. “Akhirnya saya mengalami siklus. Penurunan yang sangat berarti. Dan saya pun mempertanyakan ‘apakah kesalahan saya’,” tambahnya.

Akhirnya ia merantau ke pulau Dewata, Bali. Ia mengaku berangkat ke sana untuk mencari tuhan, orang pintar dan semacamnya. Namun yang ia dapati justru kehampaan kembali. Usaha, tetapi justru semakin merasakan stress yang mendera.

Pertanyaan-pertanyaan yang menghiasi kepalanya tentang ‘sebab apa ia salah’ pun terus mengiang di kepalanya. Ia juga sempat berbuat musyrik dan mengabaikan keberadaan Tuhan. Dan pada akhirnya, sebelum ia mengaku sendiri bahwa jati dirinya telah hancur. Tidak dapat dipertahankan kembali, ia pun bertemu dengan seorang teman yang beragama Islam. melalaui temannya itu ia bercerita tentang banyaknya masalah dan persoalan dalam hidup. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version