JAKARTA (voa-islam.com)--Banyak produsen yang berusaha menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkannya dengan ide-ide unik. Seperti misalnya ada produk makanan yang dibuat menyerupai ular.
Berkenaan dengan hal ini, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Hasanuddin AF menegaskan bahwa MUI tidak akan memproses sertifikasi halal untuk produk yang tasyabbuh atau menyerupai dengan produk yang diharamkan dalam Islam.
Dalam Sidang Komisi Fatwa MUI 10 Desember 2015 lalu, dibahas satu perusahaan yang mengajukan proses sertifikasi halal, namun produk yang dihasilkannya tasyabbuh dengan produk bir yang telah disepakati keharamannya oleh para ulama di MUI.
KH Hasanuddin bercerita bahwa ada satu produk yang dari sisi bahan maupun proses produksi yang dipergunakan tidak ada masalah dalam aspek kehalalannya. Namun dalam telaahan Komisi Fatwa MUI, produk itu mengandung tasyabbuh atau menyerupai dengan minuman bir yang telah disepakati diharamkan dalam Islam.
“Diantaranya, tasyabbuh dalam hal warna produk, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya seperti produk bir. Maka kami di Komisi Fatwa MUI tidak memproses sertifikasi halal yang diajukan perusahaan itu. Walaupun kami juga tidak menyatakan produk tersebut haram. Karena memang tidak mempergunakan bahan yang haram,” tutur Kiai Hasanuddin seperti dikutip Halalmui, Jumat (11/12/2015).
Beberapa tahun lalu, tambah Kiai Hasanuddin, ada pula perusahaan yang membuat permen (gula-gula) untuk anak-anak. Tapi bentuk permen itu tasyabbuh, atau menyerupai seperti ular. MUI tidak mengharamkan produk itu.
Namun juga tidak memberikan sertifikat halal. Hal ini dimaksudkan guna menjaga dan menghindarkan sikap yang mungkin timbul berikutnya.
"Jangan sampai nanti anak-anak jadi terbiasa mengkonsumsi produk permen atau makanan yang bentuknya seperti ular. Sehingga kemudian timbul persepsi keliru di benak si anak, bahwa memakan ular itu tidak dilarang dalam agama. Dalam kaidah syariah larangan ini sebagai aspek saddudz-dzari’ah. Langkah pencegahan agar tidak terperosok dalam perbuatan maksiat yang diharamkan,” Kiai Hasanuddin menandaskan.
Maka terkait dengan produk minuman yang dibahas itu, jelas Kiai Hasanuddin lagi, memang dalam produksinya, tidak ada bahan maupun prosesnya yang diindikasikan dengan yang haram.
Tapi warna produk, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya menyerupai produk bir. Maka jangan sampai terjadi nanti, timbul persepsi keliru yang menyerempet-nyerempet sampai akhirnya terperosok bahwa mengkonsumsi bir itu diperbolehkan.
“Oleh karena itu, kami menyarankan agar pihak perusahaan memperbaiki hal-hal yang menjadi tasyabbuh itu. Sehingga MUI dapat memproses sertifikasi halal untuk produk tersebut lebih lanjut, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,” ujar Kiai Hasanuddin memberi solusi.* [Syaf/voa-islam.com]