JAKARTA (voa-islam.com) - Masyarakat calon jamah haji sering bertanya mengapa untuk menjadi “calon” jamaah haji harus membayar setoran awal sebesar 30 juta rupiah sementara mereka masih harus menunggu puluhan tahun? Bukankah kalau dikelola uang tersebut dapat berkembang? Kalau di bank bisa dimasukkan ke deposito dan mendapat bunga yang besar?
Uang yang terkumpul dari calon jamaah haji ini lah yang kemudian disebut dengan dana abadi umat (DAU). Ratusan ribu calon jamaah haji yang mengantri hingga puluhan tahun harus menyetorkan uang “kursi” terlebih dahulu sejumlah puluhan juta rupiah.
Uang dana abadi umat adalah dana milik masyarakat yang dikelola oleh kementrian Agama Menurut UU No. 13 Tahun 2008. Dana abadi umat, atau yang selanjutnya disebut DAU, adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan dana abadi umat dan atau sisa biaya operasional ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat (pasal 1).
Secara singkat, DAU merupakan dana opersional BPIH, dengan ketentuan hanya bunga (riba) dari dana ini yang boleh digunakan sedangkan untuk dana pokoknya tidak. Pengelolaan dana abadi umat ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BPDAU) yang diketuai langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
Anggito Abimanyu mantan Dirjen Haji dan Umrah mengungkapkan, hingga akhir tahun 2014, dana tersebut diperkirakan mencapai Rp 67 triliun, dan diperkirakan pada 2018 jumlahnya akan mencapai Rp 100 triliun.
Sampai saat ini, sebagian dana yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah disimpan dalam 17 bank pemerintah dan bank syariah yang ditunjuk Menteri Agama. Sebagian lagi diinvestasikan ke dalam instrumen sukuk yang dinilai tidak transparan.
“Dari dana outstanding haji Rp 64 triliun tersebut sebanyak Rp 34 triliun diinvestasikan untuk sukuk dan sisanya untuk diinvestasikan ke investasi perbankan,” ucapnya.
Dari total nilai dana 64 Trulyun rupiah tersebut bunga yang diperoleh tiap tahunnya berkisar 3,5 s/d 3,7 Trilyun rupiah pertahunnya. Yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan pemondokan, catering, operasional panitia dan kebutuhan lainnya jamaah haji.
Dengan otorisasi yang sangat besar dari kemenag untuk membiayai biaya akomodasi jamaah haji lewat bunga DAU, maka rawan sekali terjadi tindak kecurangan dalam pengadaan fasilitas pemondokan, katering hingga fasilitas haji gratis bagi pejabat dan wartawan.
Namun dalam perkembangannya pengelolaan DAU ini kerap menimbulkan masalah dan menyeret banyak pihak kedalam kasus korupsi karena kurangnya akuntabilitas serta transparansi. Said Agil Husen AlMunawar dan Surya Darma Ali adalah pejabat selevel menteri yang terseret kasus korupsi DAU.
Bahkan dimasa Said Agil Husin Kejaksaan Agung dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan menghitung kerugian negara akibat penyelewengan Dana Abadi Umat sejak 2001 hingga 2005, diperkirakan nilainya sekitar Rp 700 miliar. [abnei/syahid/sharia/voa-islam.com]