BANDUNG (voa-islam.com) - Dalam membuat permohonan perceraian baik yang diajukan istri maupun suami tentu harus memiliki alasan sebagai dasarnya. Pasalnya, alasan tersebut sebagai dasar Majelis Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan keputusan permohonan cerai atau hubungan perkawinan seseorang.
Alasan perceraian tersebut diatur dalam Pasal 19 No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan a) salah-satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Lalu, b) salah-satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain, dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya, c) salah-satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
Kemudian, d) salah-satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, e) salah-satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri, f) antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Namun, bagaimana jika alasan perceraian tersebut dijadikan celah hukum bagi istri atau terutama suami untuk mempermudah perceraian yang didasari oleh motif yang sebenarnya tidak mau lagi menjalankan pernikahannya, karena ingin menikah lagi dengan pasangan barunya?
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Bandung Miftah Faridl, mengatakan, aturan mengenai pernikahan baik perundang-undangan, terlebih Kompilasi Hukum Islam hingga Peraturan Pemerintah hakikatnya harus mempersulit perceraian, karena perceraian lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya.
“Karena sesuatu yang paling dibenci Allah SWT adalah perceraian,” tuturnya di Bandung, Selasa (12/07).
Selain itu, tambah Miftah, prinsip ajaran Islam pun hakikatnya mempersulit perceraian bukan mempermudah. Untuk itu, aturan yang berlaku saat ini seharusnya sejalan dengan ajaran Islam, dan tidak bertentangan. Selain itu, instansi terkait seharusnya mempersulit perceraian sehingga dapat mengurangi angka perceraian yang trendnya terus meningkat setiap saat.
Adapun jika dalam prakteknya alasan perceraian yang diatur dalam undang-undang dimanfaatkan oleh seseorang sebagai celah hukum. Maka, pada dasarnya harus kembali kepada ajaran Islam yaitu prinsip perceraian harus dipersulit. [persisalamin/syahid/voa-islam.com]