BANDUNG (voa-islam.com) - Beberapa waktu yang lalu diberitakan oleh berbagai media massa, ada seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 2 Makassar, Dahrul (52), dianiaya oleh orangtua siswanya, Adnan Achmad (43), saat proses belajar berlangsung.
Akibat penganiayaan itu, Dahrul mengalami luka-luka memar di wajahnya dan mulut serta hidungnya mengeluarkan darah. Dahrul lalu melaporkan peristiwa yang menimpa dirinya kepada Polsekta Tamalate.
Peristiwa itu tentu saja menambah deretan kasus kekerasan terhadap guru, yang seharusnya para ini dihormati oleh siswa dan juga orang tua siswa. Untuk mengetahui mengapa kasus kekerasan terjadi terhadap guru dan bagaimana solusinya, tim voa-islam Bandung mewawancarai Dosen Kimia Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Ferli Septi Irwansyah M. Si, yang juga direktur Rumah Belajar Rancage Bandung. Berikut petikan wawancaranya.
1. Bagaimana tanggapan bapa mengenai kasus pemukulan ortu siswa kepada guru beberapa waktu lau, yang mengakibatkan kritis daerah hidungnya?
Jawab:
Tindakan itu jelas tidak dibenarkan. Dalam konteks hukum maupun etika perbuatan tersebut merupakan perbuatan pelanggaran. Tindakan kekerasan fisik, merupakan aktivitas yang dilarang terlebih apalagi ini terjadi d dunia akademis yang seharusnya kental dengan intelektualitas bukan premanisme.
2. Apa yang menyebabkan hingga ortu berani memukul guru? Solusi apa yang harus ditawarkan agar kasus pemukulan guru tidak terjadi?
Jawab:
Hal ini bisa terjadi karena disebabkan kesalahan paradigma berfikir tentang pendidikan yang menyebabkan munculnya tindakan atau perbuatan premanisme seperti kasus tersebut. Seharusnya yang terjadi adalah hubungan kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Keluarga menjadi pondasinya sedangkan sekolah sebagai penguat.
Sebenarnya, fenomena ini merupakan salah satu fenomena saja diantara problematika pendidikan yang terjadi di negeri ini. Tentunya masalahnya sangat kompleks dan sistemik. Bukan semata-mata masalah kualitas SDM, fasilitas pendidikan, dan juga kurikulum, tapi yang lebih mendasar adalah bahwa pendidikan saat ini tanpa disadari sudah bergeser menjadi pendidikan yang sekuleristik. Kita bisa melihat bagaimana pengajaran dengan basis agama (aqidah) sangat minim dirasakan, hal itu bisa menyebabkan terbentuknya mental dan perilaku peserta didik yang jauh dari santun, cerdas, dan peduli terhadap lingkungan. Ditambah lagi dengan adanya komersialisasi (liberalisasi) pendidikan. Memang, pendidikan itu membutuhkan biaya, tetapi sekarang semuanya bergeser menjadi pendidikan Transaksional.
Demi mendapatkan hanya secarik ijazah, semua upaya dilakukan termasuk hal-hal yang dianggap tabu untuk dilakukan. Lantas apa solusinya? Solusinya pasti harus sistemik dan paradigmatik, melibatkan tiga pilar utama, yaitu individu, masyarakat, dan tentunya negara. Diperlukan individu-indvidu yang beriman dan bertakwa agar semua aktivitas yang dilakukannya merupakan aktivitas yang produktif dan taat aturan. Peran Masyarakat pun dibutuhkan sebagai kontrol sosial terhadap penyimpangan aktivitas ygan dilakukan oleh individu. Sedangkan negara, berperan penting dalam membuat regulasi, sistem pendidikan, dan penyediaan fasilitas pendidikan. Sehingga memberikan pelayanan yang terbaik bagi para rakyatnya terutama dibidang pendidikan yang merupakan hal yang terpenting dalam mencetak generasi unggul untuk membangun peradaban mulia. [fikri/syahid/voa-islam.com]