MAKASSAR (voa-islam.com) - Setelah menghabiskan masa liburan sejak Ramadhan, Senin (29/8) mahasiswa STIBA Makassar kembali memulai aktivitas pembelajaran. Belajar mengajar, membagi-bagikan warisan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah aktivitas utama di kampus STIBA Makassar, sebagaimana disebutkan Ketua STIBA Ustadz Muhammad Yusran Anshar, Lc., M.A. dalam Kuliah Perdana yang diadakan di Masjid Anas bin Malik hari ini.
“Jumlah mahasiswa kita 1.200 orang. Suatu kesyukuran kepada Allah karena jumlah yang banyak dan berkualitas adalah nikmat yang patut untuk disyukuri. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam QS. Al-A’raf: 86, (artinya), “Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu,” kata Ketua Dewan Syariah DPP Wahdah Islamiyah ini dalam sambutan singkatnya.
Kuliah perdana TA. 1437—1438 H/2016—2017 M dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jendral DPP Wahdah Islamiyah Ustadz Syaibani Mujiono, S.Pd.I. Ustadz muda yang merupakan alumni STIBA Makassar ini dalam sambutannya mengatakan bahwa Wahdah Islamiyah merupakan lembaga yang konsen dalam pembinaan dai dan murabbi. Sementara sumber kader yang paling diharapkan adalah STIBA sebagai lumbung pengaderan dai dan ulama.
“Alumni-alumni yang selama ini ditempatkan di daerah-daerah tugas mereka sudah melaksanakan amanahdengan baik. Harapan ke depan STIBA bisa lebih meng-upgrade kualitasnya, bisa menjadi pemimpin-pemimpin umat dan penerus estafet perjuangan dakwah yang telah dirintis oleh para ustadz kita,” ujarnya saat membuka secara resmi Kuliah Perdana.
Kulih Perdana tahun ini dibawakan oleh salah seorang tokoh nasional, Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Ketua Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional (Baz-Nas) di hadapan sivitas akademika STIBA Makassar ini menyebutkan bahwa menuntut ilmu bukan sekadar menambah ilmu pengetahuan tapi juga bagaimana mahasiswa itu memiliki cita-cita yang tinggi, semangat kebersamaan, semangat keumatan dan kebangsaan untuk membangun Indonesia yang lebih baik, lebih sejahtera, beradab dan bertakwa.
“Tidak mungkin suatu bangsa menjadi bangsa yang terkemuka jika masyarakatnya tidak bertakwa kepada Allah. Karena itu kita membutuhkan kepemimpinan para ulama,” ungkapnya menggugah semangat para mahasiswa.
Menurut mantan Rektor Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor ini bahwa kemerdekaan Indonesia direbut dari tangan penjajah Jepang dan Belanda oleh para santri, tokoh-tokoh Islam, dan kyai pondok pesantren. Sekarang ini ada upaya sistematis untuk mengaburkan sejarah bangsa, seolah-olah kemerdekaan dibangun bersama oleh semua umat. Padahal menurutnya, kemerdekaan direbut oleh 99.99% umat Islam.
“Mengapa demikian? Karena mengusir penjajah adalah bagian dari akidah Islam, panggilan keimanan tauhid.Bukan semata-mata panggilan ibu pertiwi,” tegasnya dalam rilis yang diterima voa-islam.com.
Guru Besar IPB ini juga mengangkat dua ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata ulama dalam al-Qur’an. Yang pertama dalam surah asy-Syu’ara: 197, firman Allah yang berbunyi (artinya), “Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?”
Prof. Didin menjelaskan bahwa ayat ini berkisah tentang Bani Israel dengan para ulamanya. Ulama adalah sosokfigur yang menjadi rujukan, tempat bertanya, sehingga mereka dekat dengan masyarakat. Terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat dan memberi solusi bagi permasalahan umat. “Ulama berdasarkan ayat ini adalahproblem solver bukan problem maker. Sehingga kalau ada ulama yang ucapan dan perbuatannya justru membuat masyarakat makin bingung, maka ia bukan ulama,” ujarnya.
Ayat yang kedua menurut mantan calon presiden pada pemilu 1999 adalah surah Fathir ayat 28 yang berbunyi (artinya), “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.”
Ia menjelaskan bahwa ulama berdasarkan ayat ini adalah kelompok orang yang punya integritas pribadi yang kuat, berakhlak yang baik, sehingga disebut dalam ayat ini bahwa hanya merekalah yang paling takut kepada Allah.
Setelah menyampaikan kuliah umum, Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. beramah tamah dengan pimpinan STIBA Makassar dan unsur-unsur pimpinan DPP Wahdah Islamiyah, di antaranya Ketua Dewan Syuro, Ketua Dewan Syariah, Ketua Harian, dan ketua-ketua bidang.