GARUT (voa-islam.com) - Garut, dan kita semua, berduka. Banjir bandang akibat luapan air Sungai Cimanuk di Kabupaten Garut, Selasa (20/9/2016) malam, menyebabkan kerugian jiwa, fisik, harta, bangunan, infrastruktur, dan lahan pertanian di 7 kecamatan. Meliputi Kecamatan Bayongbong, Samarang, Tarogong Kidul, Garut Kota, Karangpawitan, Wanaraja, dan Kecamatan Banyuresmi.
Hingga Kamis (22/9) korban tewas mencapai 26 orang; Luka ringan 47 orang, luka berat 12 orang, rawat inap 4 orang, warga yang masih hilang 15 orang, dan pengungsi sebanyak 735 orang.
Air bah juga menyebabkan 633 unit rumah terendam, 57 rumah hanyut, dan sejumlah fasilitas umum terendam seperti RSUD Dr Slamet Garut, Kantor Kecamatan Tarogong Kidul, Rumah Sakit Paru-paru, dan SLB C YKB Garut.
Menurut Kepala Seksi Kesiapsiagaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, TB Agus Sofyan, sektor pertanian mengalami kerugian berupa ratusan hektare lahan yang rusak. Lahan meliputi areal persawahan dan perkebunan.
Berdasarkan laporan Dinas TPH (Tanaman Pangan dan Holtikultura) Kabupaten Garut, luas lahan pertanian yang terkena banjir bandang mencapai 126 hektare. Agus memaparkan, 118 hektare terdiri dari areal sawah padi, dan 8 hektare merupakan lahan tanaman jagung.
Menurut STII, pendekatan paling cocok dalam relokasi dan pembekalan petani adalah jalan dakwah. Sebab, katanya, dakwah bukan hanya masuk akal tapi juga masuk hati
Lahan padi yang mengalami puso mencapai sekitar 104 hektare dan jagung 8 hektare. Sedangkan jumlah kerugian produksi akibat bencana ini diperkirakan mencapai 672.000 kg gabah kering panen dan 56.000 kg jagung.
Sementara taksiran kerugian ekonomi di sektor pertanian akibat bencana ini mencapai Rp 2,8 miliar.
Menurut Sekretaris Umum Serikat Tani Islam Indonesia (STII) Jawa Barat, M Hafiz Azdam, banjir bandang disebabkan kerusakan hulu DAS (daerah aliran sungai) Cimanuk dan tata wilayah di hilirnya.
‘’Baru kali ini banjir bandang dahsyat terjadi di Cimanuk. Ini menunjukkan tingkat kerusakan yang sudah parah di hulu dan hilir sungai,’’ kata Hafiz saat menjenguk Posko Peduli Banjir LAZIS Dewan Dakwah di Gedung Yayasan Al Husna Jl Gordah Garut.
Untuk itu, lanjut Hafiz, STII mengajukan program rehabilitasi daerah hulu Cimanuk dan penataan ulang DAS hilir.
‘’Rehabilitasi hulu Cimanuk dilakukan dengan relokasi warga dan penertiban bangunan di daerah resapan air. Sedang rehabilitasi DAS hilir dengan implementasi RTRW (rencana tata ruang wilayah),’’ terangnya.
Hafiz yang seorang penyuluh pertanian menuturkan, relokasi harus dilakukan dengan proses sosiologi dan budaya. ‘’Para petani penggarap kawasan hutan tangkapan air dipindahkan ke tempat lain yang budayanya tidak jauh berbeda.’’
Kalaupun harus dengan alih profesi, pemerintah punya banyak program pendidikan ketrampilan untuk membekali warga eks petani.
Menurut STII, pendekatan paling cocok dalam relokasi dan pembekalan petani adalah jalan dakwah. Sebab, katanya, dakwah bukan hanya masuk akal tapi juga masuk hati.
‘’Selama ini relokasi warga banyak menimbulkan konflik dan kekerasan karena tidak menggunakan pendekatan dakwah,’’ tandas Hafiz.
Setelah lahan kritis dibebaskan dari bangunan dan manusia, selanjutnya dilakukan reboisasi tanaman keras. ‘’Misalnya kopi Garut yang terkenal yaitu kopi Priangan atau Preanger Coffee,’’ ujar Hafiz.
Sekum STII Jabar mengatakan, pihaknya akan ambil bagian dalam program reboisasi hulu Cimanuk. Program ini bekerjasama dengan LAZIS Dewan Dakwah dan Kementerian Kehutanan.
Agar rehabilitasi hulu hingga hilir Cimanuk berjalan terintegrasi, Hafiz Azdam berpesan agar pemda Garut melakukan sinkronisasi berbagai peraturan lingkungan kewilayahan. [nurbowo/syahid/voa-islam.com]