JAKARTA (voa-islam.com)--Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH. Cholil Nafis mengatakan bahwa media memiliki peran sangat strategis dalam perang persepsi di era modern.
"Saat ini era di mana terjadi proxy war. Perang melalui media untuk merubah persepsi," katanya saat menerima kunjungan audiensi Forum Jurnalis Muslim (Forjim) di Kantor Pusat MUI, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Kiyai Cholil menilai melalui media musuh dapat merusak ghiroh keislaman seorang Muslim. Seseorang dibuat tidak boleh mengungkapkan kebenaran, karena diopinikan kebenaran dianggap belum tentu benar di mata orang lain.
"Sehingga orang takut berbicara kebenaran. Ini adalah pendangkalan ghiroh keislaman, bagian dari perang persepsi," ujarnya.
Begitu juga orang dibuat tidak boleh peduli atau melakukan mara ma'ruf nahi munkar dengan orang lain, dengan alasan mengganggu HAM (Hak Asasi Manusia).
"Padahal, HAM itu tidak boleh mengganggu HAM orang lain, ini ada batasnya," ucapnya.
Kemudian, berbicara agamapun dilarang dengan alasan SARA. Seolah-olah membicarakan agama dan suku dalam konteks politik adalah sebuah kejahatan.
"Dikit-dikit SARA, kita tidak boleh membicarakan agama dan suku. Padahal, yang dimaksud SARA itu yang melukai orang lain," ujar Kyai Cholil.
Kiyai Cholil mencontohkan, bila orang Sumatera ingin pemimpin berasal dsri orang Sumatera, itu hal yang wajar dan tidak masalah. Yang terpenting orang sumatera tidak menjelek-jelekan orang Jawa.
"Pembiasan makna SARA dan keyakinan bagian dari proxy war, artinya perang persepsi, Secara fisik kita hidup, tapi ghirohnya mati. Lambat laun orang tidak punya jiwa keagamaan yang kuat," ungkapnya.
Menurut Kiyai Cholil, Senjata perang persepsi tersebut adalah media. Media secara efektif menjadi senjata dalam perang proxy.
Sementara, lanjuynya, media di dalam Islam memiliki prinsip yang berbeda dengan media mainstream. Media tidak hanya memberitakan sesuai kenyataan. Tapi, harus memberitakan yang bernilai kebaikan.
"Bila orang berpikir bad news is good news, kita tidak. Di samping memberitakan yang benar, juga harus membawa kebaikan. Ini prinsip yang berbeda dalam pemberitaan," tegasnya. *[Bilal/Syaf/voa-islam.com]