View Full Version
Jum'at, 28 Oct 2016

Pemuda, Estafet Cita-cita Negeri yang Tak Kenal Mati

28 Oktober diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Tapi kali ini saya tidak akan membahas detil tentang hal tersebut. Kalian pasti sudah mendapatkan materi Sumpah Pemuda dari sekolah. Ya mulai asal mulanya, isinya hingga implementasi yang cenderung ke teori.

Saya lebih suka mengajak kalian para pemuda untuk melihat diri dan kondisi pemuda saat ini. Karena kondisi pemuda hari ini akan menentukan bentuk negeri sekian tahun ke depan. Bukankah pemuda hari ini akan menjadi pemimpin di masa datang?

Bagaimana bila pemudanya ternyata lebih suka kelapayan di mal, nongkrong di lobi kampus sambil main gadget dan pacaran daripada masuk kelas, semangat hadir di acara hura-hura daripada menempa diri dengan prestasi? Gambaran tersebut nyata ada bukan sekadar mengada-ada. Coba kamu perhatikan, ramai mana mal dengana perpustakaan? Konser musik dengan masjid? Aktif pacaran atau mengerjakan paper?

Ya...tanpa perlu dijawab, kita semua tahulah mana yang lebih disukai oleh pemuda secara umum. Maka tak heran, susah sekali saat ini menemukan sosok pemuda yang memang layak menjadi sosok pemimpin di masa depan. Yang sering muncul malah tipe pemuda alay yang miskin tanggung jawab, tidak mandiri, pecicilan alias banyak ketawa daripada berpikir, dan instant. Jenis inilah yang marak mendominasi kualiatas pemuda masa kini.

...Saat sejarah bangsa ini beserta kisah tokohnya berhembus sesuai dengan arah mata angin, maka marilah mengingat bahwa peran serta umat Islam dengan segenap pemudanya sungguh besar dalam berdirinya negeri ini...

Tidak di kampus negeri ataupun swasta, para dosen berkumpul mengeluhkan hal yang sama. Anak muda sekarang minim etika dan sering nggak nyambung bila diajak bicara. Itu belum membahas tentang betapa minimnya kemampuan pemuda dalam mengekspresikan isi pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Jelas, ada something wrong pada kualitas pemuda dengan segenap lingkungan yang membentuknya. Tapi hey...kita ada tidak untuk mengeluh saja kan? Kita ada dengan segenap akal dan iman, untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik pada negeri ini. Tak perlu momen Sumpah Pemuda untuk mengingatkan ke arah sana. Cukup salat kita yang menjadi pengingat minimal lima kali sehari yang akan menjadi motivasi terbesar ini.

Mendirikan salat itu artinya mendirikan amar makruf nahi mungkar dalam diri. Saat sejarah bangsa ini beserta kisah tokohnya berhembus sesuai dengan arah mata angin, maka marilah mengingat bahwa peran serta umat Islam dengan segenap pemudanya sungguh besar dalam berdirinya negeri ini. Karena itu, warisan ini janganlah kita sia-siakan.

Tampillah menjadi pemuda dengan kualitas maksimal yang berakar dari tauhid yang lurus. Insya Allah dengan bekal ini, semangat Sumpah Pemuda jauh lebih menemukan esensinya. Ukirlah semangat ini dengan prestasi, bukan dengan peringatan miskin makna dan bergaya memakai pakaian warna-warni saja yang kemudian dilanjut dengan selfi. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version