JAKARTA (voa-islam.com) - Peneliti Insists Dr Tiar Anwar Bachtiar dalam kajian Saturday Forum di Jakarta Sabtu yang lalu menyatakan bahwa Dr Imaduddin Khalil adalah salah satu pakar Islamisasi Sejarah terkemuka di dunia.
“Dialah yang diserahi tugas untuk menyusun mata kuliah Sejarah Islam di Universitas Islam Antar Bangsa (IIUM) di Malaysia,” terang Tiar.
Selanjutnya Tiar menjelaskan bahwa Imaduddin Khalil sebenarnya adalah teman kuliah Dr Akram Dhiya Umari, pakar sejarah Islam Universitas Madinah yang buku-bukunya banyak diterjemahkan di Indonesia. “Mereka sama-sama menyelesaikan kuliah sarjana mereka di Baghdad, Irak,”terangnya. Imaduddin melanjutkan kuliahnya di Baghdad dan mengambil doktor di Universitas Ain Syam Kairo dan kemudian mengajar di Mosul atau Baghdad. Sedangkan Umari menyelesaikan doktornya di Universitas Kairo dan kemudian mengajar di Universitas Madinah.
Imaduddin lahir pada tahun 1941 di Mosul, Irak. Ia adalah salah satu tokoh yang secara sistematis mendorong penulisan sejarah Islam dengan pandangan yang Islami. Sebelum Imaduddin sebenarnya ada tokoh yang merintis penulisan Islamisasi Sejarah, yaitu Syekh Muhibuddin al Khatib yang menulis penelitian terhadap buku Ibn al Arabi al Awashim min al Qawashim. Setelah Khatib, gagasan perlunya penulisan ulang sejarah Islam ini dilakukan oleh Sayid Qutb dalam bukunya fi at Tarikh Fikrah wa Minhaj, Muhammad Qutb dalam bukunya Kaifa Naktubu at Tarikh al Islami dan Anwar Jundi dalam bukunya Fi Sabili I’adah Kitabah at Tarikh al Islami.
Sejak menyelesaikan doktornya, Imaduddin kemudian mengajar di kampung halamannya, yaitu di Universitas Mosul dan pada tahun 1989 ia mendapatkan jabatan profesornya di sana. Selain itu ia juga mengajar di berbagai universitas di Timur Tengah antara lain: Kulliyah Dirasah Islamiyah wal Arabiyah di Dubai, Universitas al Zarqa dan Universitas Yarmuk Yordania.
Menurut Tiar, Imaduddin juga aktif mengisi berbagai seminar internasional tentang ilmu sejarah, antara lain: Muktamar Internasional Sirah dan Sunah Nabawiyah ke 3 di Doha Qatar pada 1979, Simposium Penulisan Sejarah Umat Islam di Zaqoziq Mesir pada 1989, Simposium Perumusan Metodologi Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Oxford Inggris pada 1990, Konferensi Internasional tentang Sastra Islam di Fes Maroko tahun 2004 dan lain-lain.
Selain itu, sebagai akademisi yang reputasinya tersohor di dunia Islam, ia juga sering diminta untuk menjadi konsultan dalam perumusan kurikulum studi sejarah di berbagai universitas Islam, membimbing penulisan tesis dan disertasi dalam kajian sejarah dan lain-lain. Dari aktivitas ilmiah yang memang menjadi profesinya sehari-hari, Imaduddin menulis lebih dari 72 buku dalam bidang sejarah dan metodologinya, filsafat, pemikiran Islam, hingga sastra Islam. Karya-karyanya pun telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Prancis, Turki, Persia, Kurdi dan Indonesia.
Buku-buku penting dalam bidang metodologi sejarah yang pernah ditulisnya antara lain : Dirasah fis Sirah (1974), At Tafsirul Islami fit Tarikh (1975), Fi Tarikhul Islami: Fushul fil Manhaj (1981), Dirasatut Tarikh (1983), Ibn Khaldun Islamiyah (1983), Haula Iadah Kitabah at Tarikhul Islami (1986), Tahlil Lit Tarikhul Islami (1990) dan Madkhal ila Tarikhil Hadharatil Islamiyah (2001).
Selain itu ia juga menulis berbagai buku sejarah untuk menunjukkan metodologinya dalam penulisan sejarah Islam. Seperti : Malamih al Inqilab al Islami fi Khilafah Umar ibn Abdul Azis (1970), Imaduddin Zanki (1972), Nuruddin Mahmud: al Rajul wa al Tajriyah (1981), Al Manzhur al Tarikhi fi Fikr Sayyid Quthb (1994) dan lain-lain.
Menurut Tiar, gagasan Imaduddin Khalil dalam bidang Islamisasi penulisan sejarah ini adalah mirip yang dilakukan Naquib al Attas dalam Islamisasi ilmu pengetahuan. Al Attas menyatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan adalah pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa.
Imaduddin mengamati bahwa belakangan ini, terutama setelah dominasi pengetahuan Barat menyerbu umat Islam, penulisan sejarah Islam banyak dipengaruhi oleh para penulis Barat (orientalis). Saat menulis sejarah, termasuk di dalamnya sejarah Islam, para penulis Barat ini tidak menggunakan tashawwur Islami (worldview Islam). Mereka menggunakan kacamata pandang mereka sendiri, yaitu kacamata pandang sekuler yang materialistis. Lebih menyedihkan lagi ketika ternyata banyak penulis-penulis sejarah Muslim malah ikut-ikutan menulis sejarah model para penulis Barat. “Akhirnya mereka hanyamenjadi kepanjangan tangan Barat,”terang Tiar yang juga dosen di Universitas Pajajaran Bandung.