JAKARTA (voa-islam.com)--Jika sebelumnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengapresiasi aksi damai Bela Islam Jilid III, kali ini Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah pun bersikap sama.
PP Muhammadiyah menegaskan bahwa demonstrasi 4 November 2016 atau dikenal dengan Aksi Bela Islam Jilid 2 telah berlangsung damai, demokratis, tertib, dan bermartabat.
"Demo tersebut mewakili seluruh aspirasi umat Islam yang merasa tersinggung misi dakwah dan kitab sucinya (Al-Quran) direndahkan, dilecehkan, dan dinista akibat pernyataan Gubemur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Haedar Nashir dalam pernyataan sikapnya, Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Lanjut Haedar, Muhammadiyah berpandangan bahwa demo yang masif dan simpatik itu murni aspirasi keagamaan dari seluruh komponen umat Islam serta tidak ada unsur politisasi apapun oleh pihak manapun.
"Muhammadiyah mengapresiasi tinggi atas demo damai umat Islam ltu. sekaligus menghargai pihak kepolisian dan TNI yang melakukan tugas pengamanan dengan baik,"ucapnya.
Manakala pada penghujung demo terjadi kericuhan. Muhammadiyah selain menyesalkan kerusuhan itu, sekaligus menaruh kepercayaan bahwa hal itu tentu tidak dilakukan oleh pendemo yang selama aksi berlangsung justru telah menunjukkan al akhlak al karimah (akhlak mulia).
"Kerusuhan itu dimungkinkan dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak keluhuran sikap dan aspirasi umat Islam dan membenturkannya dengan aparat keamnan untuk menimbulkan kesan anarki," jelas Haedar.
Muhammadiyah juga menghargai sikap pemerintah melalui Presiden dan Wakil Presiden yang memerintahkan kepolisian untuk melakukan proses hukum yang cepat, tegas, dan transparan sert tidak akan melakukan intervensi.
"Disayangkan sikap tegas tersebut kurang diimbangi dengan proses komunikasi yang cepat dan terbuka, sebagaimana tidak berhasilnya para wakil pendemo untuk berkomunikasi dengan Presiden, yang sebenarnya positif jik hal itu berlangsung.Karenanya kini dan ke depan Pemerintah diharapkan untuk lebih responsif dan menjalin komunikasi dengan semua pihak dalam menampung dan merespons aspirasi umat Islam sebagai kekuatan mayoritas yang selama ini merasa kurang terakomodasi banyak kepentingannya yang strategis."
Pemerintah juga diminta bersikap cermat dan seksama dalam menangani dan menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama tersebut sebagai akar tunjang yang menyebabkan suasana kehidupan kebangsaan menjadi keruh dan mengalami eskalasi keresahan yang luas, kepolisian diharapkan tidak melakukan interpretasi yang dapat menambah eskalasi ketidakpuasan terhadap penanganan kasus penistaan agama itu.
"Tegakkan hukum dengan cepat tegas dan transparan secara konsisten sebagaimana janji pemerintah. Gelar perkara yang terbuka selain harus sesuai koridor hukum juga jangan sampai menimbulkan masalah baru yang menyebabkan kontroversi dan kaburnya masalah utama. Akan besar resiko dan penaruhannya manakala kasus tersebut tidak sejalan dengan esensi keadilan hukum dan aspirasi umat Islam yang merasa keyakinan agamanya dinodai," papar Haedar.
Menurut Muhammadiyah, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius dan berkebudayaan luhur, Karena itu semua pejabat negara di seluruh tingkatan hendaknya menunjukkan keteladanan dan jiwa kenegarawanan, Pejabat negara harus rendah hati, bertutur kata yang baik, serta tidak bertindak arogan yang dapat meresahkan masyarakat.
"Pejabat negara tidak boleh bertindak gegabah; lebih-lebih yang berkaitan dengan urusan Agama, Pancasila, dan hal-hal sensitif lainnya. Semua warga negara juga diharapkan menunjukkan perilaku yang utama, damai, toleran, dan berkeadaban mulia," cetus Haedar.
Selanjutnya, Muhammadiyah mengajak segenap institusi pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dan semua komponen bangsa, termasuk partai politik di dalamnya. menjaga kebersamaan clan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kepada seluruh komponen dan warga bangsa hendaknya tetap menjaga suasana aman, damai, dan kebersamaan, Kerahkan seluruh energi nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang maju, adil,makmur, bermartabat, dan berdaulat sebagaimana cita-citapendiri banhsa tahun 1945," tandas Haedar.
Sekadar diketahui, pernyataan sikap ini dikeluarkan PP Muhammadiyah saat menerima kunjungan Presiden Joko Widodo di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya no.61, Jakarta, pada Selasa 8 November 2016.* [Bilal/Syaf/voa-islam.com]