JAKARTA (voa-islam.com)--Pengamat Media Sosial dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Ibnu Dwi Cahyo menilai ada upaya mendeligitimasi media-media non-mainstream sebagai media abal-abal. Termasuk, media Islam. Dia mengistilahkan sebagai fake news.
"Jadi, fake news itu bukan sekadar berita hoax. Kalau masalah hoax media manapun bisa terkena. Hoax itu relatif. Tapi, fake news di sini adalah upaya membuat opini seolah-olah media-media baru atau media Islam di luar media pegangan selama ini sebagai media abal-abal," katanya saat berbicara pada Diskusi Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dan MUI bertema "Pengaruh Media Sosial dalam Dakwah Islamiyah" di Aula Gedung MUI Pusat, Jl. Proklamasi nomor 51, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/11/2016).
Menurut Ibnu, fake news muncul akibat imbas persaingan politik dan ekonomi. Persoalan itu merembes ke ranah media.
"Bahkan, adanya aksi peretasan media menjadi salah satu cara mendelegitimasi media-media baru," ujarnya.
Ibnu meminta istilah hoax agar diclearkan. Jangan sampai digiring opini bahwa istilah hoax adalah semua informasi di luar media mainstream.
"Artinya, menutup peluang masyarakat kita membuat media baru, jangan sampai ada opini seperti itu," tegasnya.
Ibnu menilai media Islam memiliki pengaruh yang sangat penting di tengah mayoritas umat Islam. Hanya saja, dia menyarankan agar media Islam berupaya memperbaiki konten dan jalur distribusi agar dapat dinikmati masyarakat Muslim non-aktivis Islam.
"Jadi perbaikan konten dan jalur distribusi penting bagi keberlangsungan media-media baru," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]