BANDUNG (voa-islam.com)—Pokok persoalan insiden Sabuga bukan pada sikap intoleransi umat Islam namun dipicu oleh sikap panitia penyelenggara yang melabrak hukum atau peraturan yang berlaku di NKRI.
Masalah pelanggaran aturan ini telah diakui oleh pihak panitia KKR Natal Bandung ketika ormas Islam yang keberatan melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenag Jabar, Polda Jabar, Polrestabes Bandung, FKUB, DPRD Jabar, Kemenag Kota Bandung, MUI Kota Bandung, Pengelola Gedung Sabuga, termasuk dengan pihak panitia KKR, pada Senin (5/12/2106). Bahkan hingga Senin malam pihak Sabuga masih menunggu pihak panitia KKR melengkapi surat-surat yang diminta.
Namun hingga acara KKR Natal siswa Bandung selesai dilaksanakan hingga pukul 15.00 WIB, pihak panitia KKR belum memenuhi prosedur hukum yang berlaku. Meski begitu, Panitia KKR tetap nekat hendak menyelenggarakan kebaktian sesi II hingga malam, padahal ia tahu ada aturan hukum yang dilanggar.
Soal pelanggaran hukum ini tampak jelas terbaca dalam keterangan pihak kepolisian, seperti disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto.
Menurut Kombes Rikwanto, sebelum terjadi insiden, jajaran Polrestabes Bandung melakukan mediasi dengan pihak gereja dan pihak ormas.
“Hasil mediasi dicapai kesepakatan kegiatan kebaktian malam itu dihentikan karena ada beberapa syarat administratif yang belum dipenuhi dan sudah sepakat akan dilanjutkan di hari mendatang dengan syarat yang sudah lengkap,” ujarnya.
“Untuk malam hari bukan dibubarkan tapi dihentikan karena tidak dipenuhinya beberapa syarat,” sambungnya,
Hal senada dinyatakan pula oleh Kasubaghumas Polrestabes Bandung Kompol Reny Marthaliana. Dalam keterangan kronologi acara kebaktian Natal di Gedung Sabuga yang tidak dilanjutkan versi polisi, Reny menyebutkan bahwa:
“(pukul 11.00 WIB) Panitia sepakat akan melaksanakan KKR hanya untuk session pertama khusus untuk anak sekolah. Sedangkan session kedua dialihkan ke GII (Gereja Injil Indonesia), namun tidak disetujui oleh panitia lain. Akhirnya disepakati bahwa untuk session kedua DITIADAKAN.”
“(Pukul 14.00 WIB) Panitia naik ke tempat orasi menyampaikan kesepakatan bahwa pukul 15.00 WIB acara selesai dan akan membubarkan diri.” dikutip dari detik.com
Masalah pelanggaran aturan ini terungkap pula dalam keterangan tertulis Walikota Bandung, Ridwan Kamil, yang akrab dipanggil Kang Emil, pada point 7 dan 8, berikut ini:
(7) Dalam proses koordinasi, Panitia KKR menyepakati bahwa kegiatan ibadah di Sabuga hanya akan berlangsung siang hari, dan BERHASIL dilaksanakan pukul 13.00-16.00.
(8). Menyesalkan miskoordinasi antara panitia dan pihak aparat dalam pengamanan kegiatan ini ketika panitia berkeinginan untuk melaksanakan tambahan acara di malam hari, yang berbeda dengan surat kesepakatan.
Meski “panitia lokal” KKR Natal dan berbagai pihak terkait mengakui adanya persoalan pelanggaran aturan, namun anehnya “Panitia Nasional” KKR Natal dalam surat pernyataan persnya, berkukuh menyatakan telah memenuhi seluruh prosedur hukum yang diwajibkan dalam penyelenggaraan KKR Natal Bandung 2016. Berikut isi pernyataannya:
“(4) Panitia telah menerima Surat Tanda Terima Pemberitahuan, No. STTP/YANMIN/59/XI/2016/Dit Intelkam dari Kepolisian berkenaan dengan Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani, tanggal 6 Desember 2016, pk. 18.30-22.00 WIB, bertempat di Gedung Sabuga ITB (Sasana Budaya Ganesha – Institut Teknologi Bandung), dengan pembicara Pdt. Dr. Stephen Tong. Selain itu, Panitia sudah memberitahukan juga secara tertulis kepada pihak Kepolisian akan adanya KKR Natal Siswa Bandung 2016, pk. 13.00 WIB. Sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1998, pasal 1 yang menjamin bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya… dan pasal 10 yang hanya mengharuskan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri, yang tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan, panitia sudah memenuhi seluruh proses perizinan yang diperlukan untuk menyelenggarakan KKR Natal tersebut, baik KKR Natal Siswa pada pk. 13.00 WIB maupun KKR Natal pada pk. 18.30 WIB di Gedung Sabuga ITB, Bandung. Sebagaimana hal ini juga telah ditegaskan oleh pihak Kepolisian di depan para jemaat di Gedung Sabuga ITB pada malam KKR Natal Bandung.
(5). Kami telah memenuhi seluruh prosedur hukum yang diwajibkan dalam penyelenggaraan KKR Natal Bandung 2016. Karena itu, Kami menyatakan bahwa Pdt. Stephen Tong pada malam KKR Natal Bandung 2016 tidak mengatakan adanya kesalahan prosedur dalam penyelenggaraan KKR Natal Bandung 2016.
Sebagaimana dikutip dari web resmi STEMI (Stephen Tong Evangelistic Ministries International). Klik di sini
Pernyataan tersebut menyertai 10 butir pernyataan resmi yang telah diposting pula melalui akun Facebook Reformed Injili Events, dengan menyertakan Logo ‘Stephen Tong Evangelistic Ministries International’ sebagai panitia KKR Natal di Bandung, dengan Pendeta DR Stephen Tong sebagai khadim yang memimpin ibadah KKR tersebut. Klik di sini
Mungkin pihak STEMI (Panitia Nasional) lupa, bahwa persoalan kegiatan keagamaan di ruang publik prosedur perizinannya bukan di pihak kepolisian namun pihak terkait, seperti Kemenag, MUI, dan Pemerintah kota/Kab atau provinsi, dan hal ini sudah diingatkan oleh ormas-ormas Islam yang merasa keberatan.
Terkait soal prosedur kegiatan keagamaan di ruang publik, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saepudin menyatakan:
“Umat beragama dalam beribadah di tempat-tempat yang bukan rumah ibadah, apalagi dengan mengerahkan jumlah besar haruslah memenuhi prosedur yang berlaku,” dikutip dari detik.com
Jadi, mengapa bisa terjadi kontradiksi keterangan antara “Panitia Lokal” KKR Natal Bandung—yang mengakui adanya pelanggaran aturan—dengan keterangan “Panitia KKR Natal Nasional”? Lantas, mengapa yang heboh diberitakan itu sikap ormas-ormas Islam, yang justru telah mengingatkan adanya pelanggaran itu? Mari kita bersikap bijak dalam “menelan” informasi. [sigabah/syahid/voa-islam.com]