JAKARTA (voa-islam.com)--Ketua Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam menegaskan pemblokiran terhadap media, utamanya media Islam di era reformasi adalah suatu bentuk kemunduran demokrasi.
"Ini setback 17 tahun kebelakang. Sebab, pada tahun 1998 masyarakat dan insan pers nasional sama-sama memperjuangkan kemerdekaan pers," katanya saat diwawancara voa-islam.com, Jakarta, Senin (2/1/2017).
Perjuangan kemerdekaan pers, menurut Usamah, kemudian dilegalisasi dengan ditetapkannya undang-undang pers no.40 tahun 1999. Dalam UU Pers no.40 tahun 1999, konstitusi memberi tanggung jawab penuh profesionalitas kepada pers nasional untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat agar tidak ada lagi pembredelan atau pencabutan izin.
Usamah berpendapat, pembredelan di era reformasi yang menjunjung nilai-nilai demokrasi tidak bisa ditolerir, karena pembredelan seharusnya hanya bisa dilakukan oleh pengadilan.
"Kalau pemerintah merasa pers bermasalah ajukan tuntutan melalui proses pengadilan, Itu baru sesuai nafas semangat kemerdekaan pers sesuai UU Pers no. 40 tahun 1999,"jelas pria yang terlibat dalam pansus UU Pers itu.
Usamah mengingatkan pemerintah agar tidak berprilaku semena-mena. Karena, kata Usamah, perbuatan tersebut bisa mengarah pada pemerintahan otoritarian. "Kita sayang dengan pemerintahan Jokowi, jangan pemerintahannya yang sudah berjalam baik tercoreng dengan tindakan pembredelan," ucapnya.
Apalagi, sambung Usamah, pembredelan dilakukan terhadap pers Islam yang tidak jelas akar masalahnya seperti apa. "Menteri Kominfo juga jangan semena-mena, harus menimbang UU Kemerdekaan Pers. Jangan mengambil wewenang sendiri," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]