JAKARTA (voa-islam.com)--Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution mendesak pemerintah khususnya Kepolisian menjelaskan maksud dari penerbitan Surat Telegram (ST) Polda Jawa Timur yang menginstruksikan bawahannya agar mendata ulama dan Kyai berpengaruh di wilayahnya.
Karena surat tersebut memicu kritik publik, pemerintahan Jokowi-JK khususnya Kepolisian, lanjut Manager, harus menjelaskan ke publik secara terbuka agenda sesungguhnya dari kebijakan tersebut, agar modal sosial kepolisian negara tidak semakin defisit dan distrust publik tidak semakin sempurna.
"Modal sosial dan trust publik tersebut sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi negara seperti sekarang ini," kata Manager dalam keterangan persnya, Rabu (8/2/2017).
Kedua, Pemerintahan Jokowi-JK harus mengevaluasi dan mempertimbangkan untuk mencabut ST tersebut serta menghentikan hal-hal yang kontraproduktif seperti yang terjadi di wilayah hukum Polda Jatim tershot.
Telegram tersebut dianggap menimbulkan syiar ketakutan publik. Ingatan publik kembali terbawa pada peristiwa "pembunuhan" terhadap "dukun santet" di Jatim beberapa tahun lalu, yang antara lain juga didahului dengan adanya pendataan guru-guru ngaji.
"Kita tentu masih berusaha menghadirkan keyakinan dan berharap bahwa tidak ada irisan dan tidak mencloning pola-pola tersebut," ungkapnya.
Ketiga, kata Manager, Kepolisian Negara juga sebaiknya menjelaskan ke publik bahwa pendataan tersebut tidak diskriminatif. Apakah pendataan tersebut hanya terhadap tokoh-tokoh agama tertentu?
"Kalau hal yang sama terjadi juga terhadap Pastur [Katholik], Pendeta [Kristen], Bhiksu/Biksu [Budha], Pendeta [Hindu], Kongchu [Kong Hu Chu]? Bukankah ini menebar keresahan dan syiar ketakutan publik?" tanyanya.
Keempat, sambung Manager, Kepolisian Negara juga harus menjelaskan apakah hal tsb kewenangan mereka? Lalu bagaimana koordinasi dengan Kementerian Agama? Hal itu, menurutnya, adalah beberapa pertanyaan publik. Dan publik berhak mendapat penjelasan yg terang benderang terkait informasi-informasi itu,
"Kelima, Negara atau Pemerintah harus hadir memberikan jaminan bahwa hal-hal sedemikian tidak terulang lagi di masa mendatang atau guarantees of nonrecurrence," pungkasnya.
Sekadar diketahui, beredar surat telegram (ST) Polda Jatim bernomor ST/209/1/2007/RO SDM tertanggal 30 Januari 2017 yang intinya Kapolda Jatim memberikan arahan kepada jajaran Polres Kab/Kota untuk mendata para ulama dan kiai berpengaruh (berisi nama, alamat, contact person, pondok pesantren/organisasi yg dipimpin) di wilayah setempat.
Tujuannya, diklaim untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjaga hubungan baik antara para ulama dg Kepolisian, khususnya di jajaran Polda Jatim. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]