JAKARTA (voa-islam.com)- Dimaafkannya pemuda etnis Cina yang mencaci maki dengan bahasa rasis ke Gubernur NTB, Tuang Guru Bajang Zainul Majdi menunjukkan keluhuran budi. Namun demikian, jangan karena dimaafkan penghina lalu merasa tenang dengan arus bawah yang bisa saja tidak menerimanya.
"Hari-hari yang terik oleh luka hati ini, jangan semakin engkau rusak dengan sikap yang menghinakan. Jika Tuan Guru Bajang memaafkan, dan itu karena keluhuran akhlak dan ketinggian ilmu beliau, maka kalian tidak dapat menakar akar rumput (grass root) yang begitu lama mengering merasakan gelegak ini untuk tidak terbakar," tulis ustzad Mohammad Fauzil Adhim, kemarin, Sabtu (15/04/2017), melalui akun Facebook-nya.
Apabila kaum di luar muslim tidak ingin memuliakan para tokoh agama umat Islam, ia menghimbau agar jangan mencelanya. "Tak perlulah kalian memuliakan orang-orang yang kami muliakan. Cukuplah dengan tidak merendahkan, menghinakan, mencaci-maki orang lain yang jangankan ia sosok panutan ummat ini, kepada orang yang tak dikenal pun sangat tidak pantas.
Apalagi jika kalian menghinakannya dengan sebutan pribumi tiko (tikus kotor)."
Yang perlu diketahui, dan beliau mengingatkan bahwa kemuliaan tidak dilihat dari etnis. "Maka, aku ingin bertanya, apakah yang menjadi hak kalian untuk merasa lebih mulia dari pribumi --isu yang sebenarnya aku pun sangat tidak menyukai.
Sebab seharusnya, kemuliaan bukan ditentukan oleh pribumi atau bukan seseorang itu berasal. Luka itu sakit, Tuan. Biarkan ia mengering, sembuh, dan jangan engkau sengaja membuat luka baru sehingga perihnya tak tertahankan." (Robi/voa-islam.com)