JAKARTA (voa-islam.com)--Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Tengah menegaskan pemerintahan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) gagal dalam menegakkan supremasi Hukum, karena hukum berjalan sesuai kehendak penguasa.
Hal itu terbukti dengan tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok.
"Ini bukti indikasi bahwa proses hukum Ahok ini terlalu diintervensi oleh penguasa, ya siapa lagi," kata Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulteng, Fery, S.Sos., M.Si dalam pernyataannya kepada Voa Islam, Sabtu, (22/4/2017).
Fery sangat menyesalkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa penista agama Islam hanya dengan 1 tahun penjara dan percobaan 2 tahun. Padahal dalam surat edaran MA Nomor 4/1964, jelas instruksi untuk menghukum berat mereka yg menghina agama tertentu.
Dia mencontohkan para terdakwa kasus penodaan agama yang dituntut maksimal, seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, Lia Eden, dan Ahmad Musadek, yang rata-rata dituntut maksimal. "Tetapi kok tuntutan maksimal itu tidak berlaku bagi Ahok," jelasnya.
Lanjut Ferry, artinya penegakkan hukum tidak berjalan baik, bahkan cenderung dirusak oleh mereka yang sedang berkuasa.
Untuk itu, Pemuda Muhammadiyah Sulteng menantang Presiden Jokowi, jika serius menegakkan hukum atau tidak ingin disebut menegakkan hukum berdasarkan selera penguasa, maka sebaiknya Presiden segera mencopot Jaksa Agung.
Jaksa Agung dinilai tidak mampu memberikan pembinaan bagi anak buahnya dalam melihat secara objektif kasus penodaan Agama oleh Ahok.
"Kalau tidak ada invervensi, maka sebaiknya Presiden copot pimpinan jaksa itu, ya Jaksa Agung harus dicopot," jelasnya.
Dia juga mengharapkan Hakim dapat melihat secara objektif kasus penodaaan agama tersebut, sehingga memberikan vonis maksimal.
"Harapan kita sekarang pada Hakim, semoga tidak masuk angin seperti Jaksa. Jangan sampai Rakyat mencari keadilan sendiri di luar sana," tandasnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]