BANDUNG (voa-islam.com) -Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kota Bandung menyelenggarakan Diskusi Panel bertajuk “Khilafah dan Wawasan Kebangsaan, Menjawab Syubhat, Menyingkap Tabir, dan Penjelasan yang Masih Samar” Kamis, (27/04) pekan lalu di Masjid Al-Hidayah, Jalan Cukang Kawung No.3 rw 12. Kelurahan Cigadung kecamatan Cibeunying Kaler.
Acara yang diselenggarakan pukul 16.00 WIB ini telah menghadirkan Pimpinan HTI Kota Bandung, Yuana Riyan Tresna, M.Ag dan para panelis seperti Dr. H. Uu Nurul Huda, S.H., M.H. (Ahli Hukum Tatanegara UIN Bandung), Dr. Arim Nasim, M.Si (Akademisi UPI), Dr. H. Asep Agus Handaka (Akademisi Unpad) dan KH. M. Rif’at Syadli, LC., M.AG. (Alumni Univ. Al-Azhar Kairo, Pengasuh Ponpes Baiturrahman) serta dari tamu undangan para tokoh dari berbagai elemen mahasiswa, pemuda dan tokoh masyarakat.
Pada sesi pertama, Yuana memberikan penjelasan atas makalahnya berjudul “Khilafah dan Wawasan Kebangsaan Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia”.
Menurutnya bahwa aktivitas politik yang dilakukan HTI adalah wujud kecintaan HTI terhadap Indonesia dengan menentang dengan keras faham sekularisme serta menentang penjajahan asing atas Indonesia.
“Karena sekularisme merupakan faham yang ditanamkan oleh penjajah untuk melemahkan negeri-negeri kaum muslimin seperti Indonesia,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, beberapa panelis memberikan komentarnya. Dr. H. UU Nurul Huda, S.H., M.H., pun melihat kontekstual politik Indonesia yang miskin pelayanan terhadap rakyat. Menurutnya elit-elit penguasa telah dimonopoli oleh kekuatan modal. Namun demikian, beliau mempertanyakan akan eksistensi HTI sebagai partai politik dan ketidakterlibatannya di Parlemen sebagai wujud perlawanan arus terhadap politik kotor dewasa ini. Menanggapi hal itu, Yuana menegaskan bahwa perubahan hanya bisa dilalui dengan alami melalui Jalan Umat, karena Umat adalah pemegang mutlak kekuasaan dan memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri.
Jalan yang dilalui HTI tentu berpedoman kepada tuntunan Rasulullah SAW dalam menegakan Islam sebagai Rahmat seluruh Alam. Hal ini dituturkan oleh KH. M. Rif’at Syadli bahwa HTI adalah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Terlebih visi kesejahteraan bagi masyarakat yang di idam-idamkan selama ini tidak ditopang oleh sistem yang benar. Justru penopang visi kesejahteraan, bahkan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat berada pada tertegaknya Khilafah yang dapat menerapkan syariah secara total sehingga mengarahkan masyarakat kepada ketundukan kepada Pencipta.
Kegagalan sistem itu ditunjukan oleh akademisi Unpad, Dr. H. Asep Agus Handaka. Menurutnya di Indonesia setiap bayi lahir menanggung hutang kurang lebih 13 Juta. Hal ini diperparah dengan 2% pendudukan Indonesia berpenghasilan setara dengan 80% penduduk indonesia. Tentu saja kondisi ini adalah ketimpangan sosial yang luar biasa akibat Sistem demokrasi yang diterapkan. Dan menjadi kondisi terpuruknya stabilitas negara karena menuai konflik-konflik sosial dan perpecahan.
Atas hal itu Dr. Arim Nasim, M.Si menilai bahwa hari ini Negara menyerahkan keberpihakannya kepada kelompok Kapitalis yang menjadi sebab-musabab konflik sosial dan perpecahan bangsa. Dengan ditopang media dan sumber daya yang ada, monopoli akibat faham sekular ini dibiaskan. Justu tuduhan ancaman, makar, radikal diarahkan kepada kelompok yang membawa kebaikan bagi Negeri ini.
“Esensi Khilafah adalah Ukhuwah (Persatuan), Syariah dan Dakwah," pungkasnya.