View Full Version
Ahad, 14 May 2017

Pemuda Muhammadiyah: Pencabutan Pasal Penodaan Agama Berbahaya

 

JAKARTA (voa-islam.com)--Pasca vonis hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bermunculan wacana penghapusan pasal penistaan agama.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman menilai pihak yang menginginkan penghapusan pasal penistaan agama adalah tidak paham sejarah.

"Mereka ahistoris, tidak paham latar historis munculnya pasal 156a huruf a itu. Atau mungkin mereka terjebak cara pikir sekuler," kata Pedri saat dihubungi Voa Islam, Ahad (14/5/2017).

Menurut Pedri, pasal  tersebut muncul ketika ramainya kasus penodaan agama sekitar tahun 60-an. Awalnya, presiden Soekarno mengeluarkan PNPS/No.1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Lalu, kemudian disisipkan dalam pasal 156a KUHP.

"Soekarno memandang penodaan agama sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa, merusak persatuan bangsa dan ketahanan nasional," terangnya.

Aturan mengenai penodaan agama tertuang dalam pasal 156a KUHP. Ketentuan tersebut berbunyi: dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan; yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Apabila pasal penistaan agama dicabut, sambung Pedri, akan semakin sangat berbahaya. Karena tingkat keragaman di Indonesia sangat tinggi. 

"Masyarakat juga makin melek informasi. Sedikit saja muncul isu agama, masyarakat langsung bereaksi," jelasnya.

Pedri menerangkan bahwa pasal penistaan agama sudah pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2009. Namun, MK tidak mengabulkan permohonan pencabutan. MK memandang pasal itu memang penting bagi bangsa ini

"Jadi, kalau ada yang mau gugat lagi, tentu MK sudah tak mungkin memprosesnya. Itu pekerjaan yang sia-sia menurut saya," ujarnya.

Para ahli hukum, katanya lagi, sangat paham hal tersebut. Tidak mungkin menggugat pasal yang sama ke MK hingga dua kali. 

"Patut dicurigai, jangan-jangan mereka hanya ingin membangun opini untuk bebaskan Ahok. Kalau itu benar, maka itu sangat naif. Jangan merusak tatanan hukum negeri ini hanya karena kepentingan seorang Ahok," tandasnya. 

Sekedar diketahui, pasca vonis terhadap Ahok, tiba-tiba Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Indonesia untuk meninjau ulang hukum yang menjerat Ahok. Desakan disampaikan Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR) melalui akun Twitter resminya.

Selain itu, Amnesty International juga ikut menyerang putusan pengadilan dengan menudingnya sebagai cerminan ketidakadilan di Indonesia.

Amnesty International meminta Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penodaan agama harus dihapus karena dapat dimanfaatkan untuk menghukum orang yang sebenarnya hanya menyampaikan pendapatnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version