JAKARTA (voa-islam.com)--Menanggapi kabar penjualan suatu masjid wakaf di Cawang, Jakarta Timur, baru-baru ini, Kepala Humas Badan Wakaf Indonesia, Khaerul Huda, menyatakan tindakan menjual tanah wakaf merupakan tindakan pidana. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
“Undang-Undang Wakaf jelas menyebutkan larangan harta wakaf untuk dijual maupun dialihkan kepemilikannya. Bahkan ada ancaman pidana pada Pasal 67,” kata Kaerul dalam keterangan yang diterima Voa Islam, Jumat (26/5/2017).
Menurutnya, penjualan harta wakaf bertentangan dengan spirit wakaf itu sendiri, yaitu melestarikan harta wakaf dan menyalurkan manfaatnya. Ia pun mengimbau pihak yang menjual harta wakaf untuk menyadari konsekuensi hukum atas perbuatannya, baik hukum agama maupun hukum positif.
“Pelakunya berdosa kepada Allah dan melanggar hukum negara,” jelas Khaerul.
Khaerul menambahkan, masyarakat bisa saja melaporkan tindakan oknum yang menjual masjid wakaf kepada kepolisian agar ditindak secara hukum. Menurutnya, siapa pun pelaku penjualan harta wakaf bisa dipidanakan, termasuk jika yang menjual adalah wakif sendiri, ahli warisnya, nazhirnya, maupun ahli waris nazhir.
“Karena harta yang sudah diwakafkan bukan lagi hak milik perseorangan,” jelasnya.
Terhadap kemungkinan bahwa masjid yang dijual belum mempunyai sertifikat wakaf maupun akta ikrar wakaf, Khaerul menjelaskan bahwa wakaf dinyatakan sah apabila sudah diikrarkan sesuai dengan syariah meski belum mempunyai dokumen akta ikrar wakaf (AIW) maupun sertifikat wakaf. Wakaf yang sudah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
“Ini bunyi Undang-Undang Wakaf: wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah,” kata Khaerul.
Ia menambahkan bahwa harta yang sudah diwakafkan bukan lagi menjadi hak milik wakif (orang yang mewakafkan), ahli waris wakif, nazhir (pihak yang menerima amanah harta wakaf dari wakif), maupun ahli waris nazhir. Karena itu, jelas Khaerul, semua pihak tidak bisa mengalihkan hak kepemilikan atas harta wakaf. * [Syaf/voa-islam.com]