View Full Version
Sabtu, 15 Jul 2017

Ketua MUI Ulas Bahaya Radikalisme Sekuler Hingga Urgensi Politik Islam

JAKARTA (voa-islam.com), Ketua Umum MUI, Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin menegaskan radikalisme sekuler tidak kalah bahaya dari radikalisme agama. Radikalisme Sekuler menjauhkan umat dari politik.

"Yang radikalisme sekuler ini bahaya juga, Islam di Masjid saja jangan di politik. Nah ini bahaya, kalau partai tidak ada agamanya maka akan terjadi politik transaksional," katanya saat berbicara pada Haflah Iedul Fitri Keluarga Besar Al Irsyad Al Islamiyyah di Gedung Langen Palikrama Pegadaian Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu (13/7/2017).

Kiyai Ma'ruf mengutip perkataan Kiyai Hasyim Asy'ari bahwa " telah melemah jiwa perpolitikan pada ummat Islam, bahkan hampir mati." Harusnya agama menjadi sumber inspirasi, agama menjadi jiwa politik.

"Jangan sampai ada penyingkiran agama dari sini,"ujarnya.

Kiyai Ma'ruf menegaskan bahwa umat Islam lemah dalam hal ekonomi. Oleh karena itu, MUI mengadakan Kongres Ekonomi Umat untuk mencari solusi persoalan tersebut.

"Kita bangun ekonomi umat dan pak presiden sudah setuju. Kita akan adakan kongres dengan tema 'Arus Baru Ekonomi Umat' agar umat ini mandiri dan tidak menjadi objek dari yang lain,"jelasnya.

Lebih dsri itu, menurutnya, MUI diharapkan menjadi tenda besar dari ormas-ormas Islam. Tapi memang, katanya lagi ormas Islam ada yang sangat keras dan ada juga yang lembek. "Maka, sekarang kita berharap bisa melembekkan yang terlalu keras dan agak mengeraskan yang terlalu lembek,"cetusnya.

Kiyai Ma'ruf berpendapat, diisamping menjaga dan menyatukan. Umat Islam punya tanggung jawab untuk menjaga negara. Dulu pernah ada Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro dalam menjaga negara, sementara saat itu belum ada Polisi.

"Itu kebangkitan agama, itu kebangkitan para ulama yang melakukan perlawanan. Mereka yang belajar di Makkah pulang ke Indonesia mendirikan pesantren dan melakukan perlawanan,"jelasnya.

Saat NICA kembali, tambah Kiyai Ma'ruf, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan resolusi Jihad. Umat ini sudah memberikan kewajibannya, namun haknya yang belum terpenuhi. Pendiri negara ini para ulama dan santri. Artinya, imbuh Kiyai Ma'ruf, umat islam memiliki saham dalam memerdekakan bangsa, harusnya juga mendapat devidennya.

"Dan harus proporsional, ini ada Menteri Agama. Harus proporsional yang gemuk dapat baju yang gede dan yang kurus dapat yang kecil. Ini kewajiban kita, semoga bisa mengkoreksi langkah-langkah kita menjadi lebih baik lagi," pungkasnya. (Bilal)


latestnews

View Full Version