View Full Version
Senin, 17 Jul 2017

Buka Peluang Bertindak Represif, Aliansi Tokoh Umat Islam Majalengka Tolak Perppu Ormas

 
MAJALENGKA (voa-islam.com) - Penolakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017, terus bergulir di sejumlah daerah.
 
Di Majalengka, sejumlah tokoh dari perwakilan ormas Islam dan komunitas menolak adanya Perppu tersebut. Para tokoh tersebut tergabung dalam Aliansi Tokoh Umat Islam Majalengka.
 
Aliansi Tokoh  tersebut berasal dari perwakilan  PD Persis Majalengka, PD Pemuda Persis  Majalengka,  DPW FPI Majalengks, Mawil LPI Majalengka, DPD II HTI Majalengka,  PD MMI Majalengka, Korwil Tim Pembela Ulama Majalengka,  Gema Pembebasan Majalengka, Komunitas Santri Kalong, Komunitas Monster Of Wadah Runtah, dan komunitas Urang Majalengka. Pada Sabtu malam, 15/7, mereka melakukan pertemuan dan konsolidasi di rumah salah seorang tokoh Majalengka yang juga mantan anggota DPR RI dari PAN, H Ade Firdaus, SE, MM.
 
Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan oleh  H Ade Firdaus,SE, MM, Aliansi Tokoh Umat Islam Majalengka, menyatakan, Perppu No. 2 Tahun 2017  tidak memiliki urgensi untuk diterbitkan karena tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah perlu menerbitkan Perppu tentang Ormas tersebut. Semestinya pemerintah taat pada peraturan perundangan yang telah ditetapkan tentang Ormas yaitu UU No 17 Tahun 2013.
 
"Jangan sampai pemerintah justru menghindari UU tersebut dan mencari-cari alasan yang tidak logis untuk menerbitkan peraturan baru yang malah menambah kegaduhan di negeri ini," ujar H Ade Firdaus.
 
Karena itu, Aliansi Tokoh Umat Islam Majalengka menolak keras terbitnya Perppu No. 2 Tahun 2017 karena Perppu ini membuka peluang kepada pemerintah untuk bertindak represif dan otoriter. 
 
Setidaknya, kata dia,  ada tiga hal penting yang akan membuka era baru rezim otoritarian tersebut. Pertama, dengan sewenang-wenang pemerintah dapat membubarkan Ormas yang secara subyektif dianggap bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses peradilan (Pasal 61). Dalam konteks ini, pemerintah dapat bertindak secara sepihak dalam menilai, menuduh, dan menindak Ormas, tanpa ada ruang bagi Ormas itu untuk membela dirimembuktikan tuduhan yang disampaikan. 
 
Kedua, adanya ketentuan-ketentuan yang bersifat karet seperti larangan melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA (Pasal 59-3) dan penyebaran paham lain yang dianggap bakal mengganggu Pancasila dan UUD 1945 (pasal 59-4) berpotensi dimaknai secara sepihak untuk menindas pihak lain. 
 
Ketiga, adanya ketentuan pemidanaan terhadap anggota dan pengurus Ormas (Pasal 82-a), menunjukkan Perppu tersebut menganut prinsip kejahatan asosiasi dalam mengadili pikiran dan keyakinan, sesuatu yang selama ini justru ditolak.  
 
Berdasarkan hal-hal di atas, maka masyarakat, lanjut Ade, semakin mendapatkan bukti bahwa rezim yang berkuasa saat ini adalah rezim represif yang anti pada  Islam. 
 
"Buktinya, setelah sebelumnya melakukan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis, bahkan di antaranya ada yang masih ditahan hingga sekarang, lalu melakukan pencekalan terhadap para da’i, pembatasan terhadap seruan-seruan dakwah, pembubaran atau penghalangan terhadap kegiatan dakwah di sejumlah tempat, kini pemerintah justru menerbitkan Perppu represif (sewenang-wenang) yang diarahkan untuk membubarkan Ormas Iislam," tegasnya.
 
"Oleh karena itu kami mendorong dan mengajak kepada semua pihak baik anggota DPR, tokoh, ulama, Ormas, umat Islam, dan seluruh kekuatan rakyat untuk bersatu  mengerahkan segenap kekuatan  menghentikan sikap represif rezim penguasa saat ini tanpa terpancing untuk melakukan tindak kekerasan," ujarnya lagi di depan wartawan baik cetak, online maupun TV yang sejak awal hadir dalam pertemuan tersebut.  [abuziad/syahid/voa-islam.com]

latestnews

View Full Version