View Full Version
Senin, 17 Jul 2017

Pemuda Persis Ungkap Nasib Ormas yang Dibidik Perppu 2/2017

BANDUNG (voa-islam.com) - Pimpinan Pusat Pemuda Persis (PP Persis) menjelaskan dan mengingatkan akan bahanyanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perppu) no 2/2017 tentang perubahan atas UU. No. 17/2013 tentang keormasan.

Hal tersebut disampaikan melalui ketua IV PP Pemuda Persis, Dr. Lamlam Pahala, Ahad (16/07). Pemuda Persis menilai absurdnya landasan filosofis dari Perppu tersebut.

“Dalam landasan filosofis (pertimbangan, red) Perppu huruf b, negara mempertimbangkn moralitas bangsa bukan agama. Moral mana yang dimaksud, absurd!”, ujar Dr. Lamlam.

Masih dalam Perppu huruf b-nya, lahirnya Perppu ini karena pertimbangan ormas tertentu. Sejak awal Perpu terkesan bernada semangat menuding. Lanjut ke huruf c, Pemuda Persis pun menilai spirit sanksi sudah begitu mengemuka.

Dalam landsan yuridis (mengingat) Perppu berdasarkan Pasal 22 UUD ’45 yang brbunyi: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan Perpu”.

Pasal di atas menjadi alasan subjektivitas Presiden dalam menafsirkan “hal ihwal kegentingan yang memaksa” sehingga menjadi dasar diterbitkannya Perpu.

“Pertanyaanya, apakah kegentingan yang memaksa itu benar-benar terjadi, sedang terjadi, ataukah akan terjadi? Lembaga yang berhak menilai benar dan tidaknya penafsiran Presiden adalah DPR. Jika DPR menyetujui, Perppu jadi UU. Jika tidak, Perppu harus dicabut”, jelas Dr. Lamlam seperti dikutip dari laman resmi Persis.

Oleh karena itu, kekuatan Sipil, Ormas, LSM, OKP, Ormawa dan kekuatan sipil lainnya wajib hukumnya mendesak DPR agar menyampaikan aspirasi penolakan Perppu menjadi pertimbangan DPR menolak Perppu.

Lebih lanjut Pemuda Persis pun mengkritisi pasal-pasal yang berisi kesalahan fatal presiden Jokowi tentang Perppu tersebut.

Dalam pasal 60 pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi administratif, penjara dan membubarkan tanpa melalui proses pengadilan.Hal tersebut berpotensi negara berwatak tangan besi dan telah berubah menjadi anti negara hukum (nomokrasi). Sebab pengadilan adalah salah satu ciri negara hukum dimana hukum dijalankan secara fair, terbuka, dan adil.

“Meniadakan proses pengadilan, negara bergaya cowboy!” tambahnya.

Lanjut ke pasal 62, mengisyaratkan negara “berotot” dan berpotensi diktator dan otorianistik.

Pasal 80A pemerintah berwenang bubarkan Ormas (organisasinya). Konsekuensinya; kantor, harta kekayaan, AD/ART, dan lain lain dari pusat sampai cabang harus dibersihkan. Rumah ormas dibumihanguskan.

Pasal 82A, pemerintah menjatuhkan sanksi ke orangnya. Setelah rumahnya hangus, maka penghuni rumah ormasnya pun dikriminalkan.

“Dua Pasal ini berpotensi menghantarkan negara berwatak tiran. Tak dapat dibayangkn jika Ormas tertentu jadi sasaran Perppu, maka seluruh atribut, kantor, kekayaan, dan jamaahnya, nyata-nyata dibersihkan”, pungkas Dr. Lamlam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version