BANDUNG (voa-islam.com) - Pimpinan Cabang Pemuda Persis Soreang bekerjasama dengan Lembaga Kajian Turats dan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam menggelar diskusi panel bertemakan “Derajat Hadits Buka Shaum” dengan fokus materi memahami dan menguji konsep maqbul versi Ibn Hajar dalam kitabnya Taqrib al-Tahdzibdi Gedung SDIT Cipetir, Jl. Raya Soreang KM. 1, Soreang, Kabupaten Bandung, Jum’at pekan lalu.
Diskusi yang menghadirkan panelis Pembina Pesantren Ibnu Hajar, Ustaz Amin Muchtar tersebut merupakan upaya menghidupkan kembali tradisi intelektual para ulama di kalangan Pemuda Persis.
“Yang paling terpenting adalah menumbuhkan tradisi intelektual di Pemuda Persis. Karena kami sangat khawatir di Persis ini ada kekurangan atau kelangkaan tradisi para ulama,” ujar Ginanjar, koordinator lembaga kajian turats dan pemikiran Islam PP Pemuda Persis.
Menurutnya, tradisi intelektual tersebut merupakan ragam di antara pola pengkaderan yang mana tidak bisa mengandalkan by nature (alamiah) tanpa arahan, tapi harus by design (didesain/direncanakan) sehingga benar-benar siap dan matang menerima estafeta perjuangan para ulama.
Mengenai pemilihan judul diskusi, yakni “Derajat Hadits Buka Shaum”, Ginanjar melanjutkan, tidak ada alasan khusus. Judul yang mengangkat studi ilmu hadis tersebut hanya sebuah kasus saja. Adapun pembahasan yang hendak didalami pada diskusi tersebut ialah metodologi yang dipakai oleh para ulama, seperti halnya dalam diskusi tersebut membahas tentang ungkapan maqbul bagi para perawi menurut Ibn Hajar.
Dengan berlangsungnya diskusi yang dihadiri kaum muda dari berbagai daerah tersebut, Ginanjar juga berharap, tradisi intelektual, yakni tradisi diskusi, tradisi menggali lebih dalam, dan tradisi bongkar-bongkar menjadi tradisi di Pemuda Persis yang tentu saja sebagai ragam dari pengkaderan.
“Tradisi ini juga sebagai regenerasi kader-kader ulama. Nanti akan kelihatan biasanya dengan hadir dengan seperti ini dengan metode seperti ini,” tambahnya seperti dikutip dari laman Persis.or.id.
Secara umum Persis bisa lebih berkontribusi terhadap umat. Jangan sampai statis disebabkan orang tua para ulama) wafat; tanpa melakukan tindakan apapun.
Sedangkan tindakan menjawab tersebut bagi para pemuda adalah dengan menghidupkan tradisi intelektual, yaitu adanya dialektika dan unsur kritis yang tentu saja menjadi ciri khas Persis.
“Tidak membingungkan umat, tapi justru dapat membimbing umat sehingga betul-betul nantinya bisa beribadah sesuai dengan argumen-argumen yang memang dapat dipertanggungjawabkan dan kuat menurut manhaj yang dijadikan oleh pemuda persis,” ungkap Ginanjar.
Dia juga menambahkan, diskusi tersebut juga merupakan proses yang ditempuh untuk pembentukan manhaj. Diskusi seperti itu diharapkan bisa mencari dan memilih kaidah mana yang paling kuat yang kemudian dijadikan sebagai manhaj Pemuda Persis.
“Bahkan, mungkin bisa diusulkan kepada Dewan Hisbah menjadi sebuah metodologi yang ditetapkan untuk memperkuat Dewan Hisbah sebagai manhaj persis,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]