JAKARTA (voa-islam.com), Setelah mencermati perkembangan kejadian bentrokan antara milisi mujahidin Rohingya Arakan Salvation Army (ARSA) dan pasukan rezim Myanmar dari awal bulan Agustus 2017 di negara bagian Rakhine State, yang sampai hari ini masih tetap terus berlangsung.
Menurut Sekretaris Jenderal Komite Advokasi untuk Muslim Rohingya Arakan ( KAMRA), Bernard Abdul Jabbar, peristiwa itu telah menyisahkan keprihatinan dan kepedihan sangat mendalam bagi warga minoritas muslim yang menyebabkan 90 korban jiwa dari kalangan warga sipil terutama umat islam Rakhine.
"Ribuan umat Islam mengungsi pergi meninggalkan kampung halaman mereka menuju negara pebatasan di Banglades, karena merasa takut terhadap tindakan kebrutalan tentara tentara rezim myanmar yang secara memba buta telah menembaki dan membunuh mereka, serta anak-anak," kata Bernard dalam pernyataan sikapnya, Jakarta (29/8/2017).
Menurut Bernard, hal ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut dan harus segera dihentikan tindakan semena-mena dan pembunuhan terhadap warga sipil terutama yang menimpa kaum muslimin Rohingya, yang ada di negara bagian Rakhine state.
Karena itu Kami ‘’Komite Advokasi Untuk Muslim Rohingya Arakan’’ (KAMRA ) mengutuk keras tindakan kekerasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh rezim tentara Myanmar terhadap warga minoritas muslim di Rohingya yang mengakibatkan 90 puluhan orang meninggal dunia dan ribuan lainya mengungsi.
"Mengecam keras tindakan Aparat rezim tentara Miyanmar yang telah mempergunakan tameng warga sipil terutama anak anak dalam menghadapi milisi mujahidin ARSA," tegasnya.
KAMRA juga menyesalkan tindakan brutal aparat tentara dan polisi Myanmar yang merusak dan membakar rumah serta menjarah dan membunuh warga sipil yang tak berdosa.
"Mendesak pemerintah Myanmar untuk mengakui etnis Rohingya Arakan sebagai warganegara yang sah dari Myanmar sehingga tidak ada lagi diskriminasi antara warga Myanmar melalui legalisasi secara politik maupun dalam hukum nasional Myanmar serta mengakui eksistensi etnis Rohingya secara kultur sosial budaya dan juga sejarah,"ujar Bernard.
KAMRA kembali mendesak pemerintah rezim Myanmar untuk menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan struktural dan diskriminasi terhadap etnis minoritas Rohingya dalam bentuk apapun.
Lebih dari itu, KAMRA juga mendesak pemerintah Myanmar untuk berhenti memprovokasi dan memfasilitasi kekerasan yang dilakukan oleh etnis mayoritas Myanmar maupun oknum pemuka agama yang melakukan kekerasan dan diskriminasi terhadap etnis Rohingya.
"Mendesak pemerintah Myanmar untuk membuka akses masuk bagi utusan PBB untuk melakukan penyidikan adanya genosida, serta memudahkan agar bantuan kemanusiaan dari negara-negara lain, baik pemerintahnya maupun swasta,bisa masuk ke Rakhine State,"tuturnya. (Bilal/voa-islam)