View Full Version
Kamis, 14 Sep 2017

Surat Pembubaran PonPes Ibnu Mas'ud Dinilai Cacat Hukum

JAKARTA (voa-islam.com), Tim Advokasi Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud menilai pernyataan tertulis yang ditandangani tiga pengurus Ponpes  untuk membubarkan pesantren yang terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dinilai cacat hukum.

"Pertama, perjanjian dibuat dengan paksaan. Kedua, ketiga pengurus yang menandatangani perjanjian bukanlah subyek hukum yang sah untuk membubarkan pesantren atau yayasan," kata Direktur Amnesty InternationalIndonesia Usman Hamid di gedung HDI Hive, Cikini, Menteng, Jakarta,  Rabu (14/9/2017).

Ponpes Ibnu Mas'ud rencananya akan dibubarkan oleh pemerintah daerah, karena dianggap mengajarkan radikalisme dan tindakan terorisme. Kasus itu bermula saat pengurus pondok membakar umbul-umbul warna merah putih sehari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 72.

Tindakan tersebut kemudian memicu reaksi. Sejumlah massa melakukan aksi mendesak kecamatan setempat untuk membubarkan pesantren. Akibag desakan dan hasil musyawarah pimpinan kecamatan, tiga pengurus pesantren membuat pernyataan tertulis yang intinya setuju pondok dibubarkan dalam waktu satu bulan pasca pernyataan dibuat pada tanggal 17 Agustus 2017.

Tim Advokasi terdiri dari Amnesty International Indonesia, Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa, Social Movement Institute, dan LBH Jakarta menilai upaya pembubaran pondok pesantren tersebut bertentangan dengan hasil Kovenan Internasional hak-hak sipil dan politik, dimana negara-negara yang tergabung di dalam Kovenan, termasuk Indonesia berkewajiban menghormati dan melindungi hak-hak tiap orang untuk berekspresi, berserikat, dan berfikir, berkeyakinan, serta beragama. "Hak-hak ini telah pula diratifikasi dan dijamin Konstitusi Indonesia," ucap Usman.

Usman menjelaskan bahwa selama sebulan pasca 17 Agustus 2017, pengurus pondok pesantren berkali-kali didatangi polisi, tentara, perwakilan Kementerian Agama, lurah,  camat dan institusi lain untuk mengingatkan tentang pembubaran pondok.

Bahkan, sambung Usman, Litbang Kementerian Agama pernah melakukan survei yang mengarah kepada kesimpulan pesantren Ibnu Mas'ud merupakan tempat mengajarkan ajaran radikalisme.

"Selain itu, terdapat juga intimidasi yang berusaha memancing tindakan emosional dari penghuni pesantren. Terdapat pula ancaman pengerahan massa kembali untuk pembubaran Ibnu Mas'ud tanggal 17 September 2017 nanti," ujar Usman.

Tim Advokasi mengaju prihatin melihat aparat kepolisian Indonesia terus mudah didikte tekanan massa yang berpotensj menghasilkan pelanggaran HAM terhadap individu - individu yang berasal dari kelompok - kelompok minoritas rentan.

"Baik instrumen HAM internasional maupun ketentuan hukum  positif Indonesia mewajibkan seluruh aparatu Polri untuk menjamin semua hak asasi manusia yang melekat di setiap WNI. Polri terus menambah panjang daftar ketidakmampuan mereka melindungi hak-hak asasi warga karena tekanan massa,"tandasnya. (bilal/voa-islam)


latestnews

View Full Version