TANGERANG (voa-islam.com), Ketua Bidang Komunikasi Dan Informasi Forjim Duddy Sya’bani Takdir mengatakan bahwa arah pemberitaan kekerasan atas Rohingya di Arakan telah berubah sejak muncuknya ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army).
"Sebelum ada isu ARSA, semua media sepakat bahwa Rohingya adalah korban kebiadaban pemerintah Myanmar dan kelompok Buddha ekstrim, Namun, sekarang fokusnya kepada ARSA," katanya di Masjid Al Ikhlas Serpong Paradise, Minggu (17/9/2017).
Duddy menegaskan kembali bahwa dahulu awalnya fokuspemneritaan media pada penderitaan Muslim Rohingya. Namun, saat ARSA muncul, mereka pun dijadikan kambing hitam.
"Mereka sebut ARSA sebagai biang keladi dari terjadinya eksodus besar-besaran etnis Rohingya, inikan aneh, ARSA itu muncul karena respon, respon untuk melawan kebiadaban militer dan Buddha ekstrim, tapi mereka malah dibilang biang kerok kerusuhan,” ucapnya.
Selain melancarkan genosida terhadap etnis Rohingya, Myanmar juga berusaha membangun opini bahwa Muslim Rohingya adalah pendatang di Arakan. Namun, tudingan tersebut terbantahkan dengan adanya peninggalan sejarah dari masa silam yang menegaskan sebaliknya, bahwa Rohingya adalah penduduk asli Arakan.
"Ditemukannya artefak uang koin etnis Rohingya sudah masuk ke Arakan sejak abad ke-8 kurang lebih semasa dengan ke Khalifahan Harun Arrasyid" jelas Duddy.
Menurut Duddy, bukti tersebut mematahkan argumentasi pemerintah Myanmar dan orang-orang pro Myanmar bahwa Rohingya masuk belakangan. "Bahkan mereka sudah ada di Arakan jauh sebelum Negara Myanmar berdiri,” ujarnya. (bilal/voa-islam)