JAKARTA (voa-islam.com), Ketua Umum Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam mengatakan umat Islam Indonesia sedang menghadapi sebuah dilema besar.
Pada satu sisi, lanjutnya, kebangkitan ummat Islam untuk melaksanakan nilai-nilai yang terkandung di dalam syariat Islam semakin meluas. Namun di sisi lain, intimidasi dan stigma negatif terhadap umat Islam semakin meningkat.
Kebangkitan umat, jelas Usamah, dapat dilihat dari fenomena jamaah subuh yang mendatangi masjid-masjid terus meningkat, bahkan belakangan di mana-mana terdapat gerakan shalat subuh berjamaah di Masjid; syiar Islam melalui medsos kian marak, jumlah jamaah umroh dan jamaah haji terus membludak, majelis-majelis taklim tumbuh subur di seantaro negeri.
"Demikian pula sekolah-sekolah berbasis Islam serta pondok pesantren semakin diminati masyarakat; dan seiring dengan merebaknya jasa keuangan syariah, tumbuh pula para pelaku ekonomi syariah, katanya saat memberi sambutan dalam Silatnas Parmusi di gedung serbaguna Masjid At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Selasa (26/9/2017).
Akan tetapi, pada sisi lain, di tengah-tengah maraknya syiar Islam tersebut, muncul sebuah fenomena yang sangat paradoksal. Muncul gerakan struktural dari sejumlah institusi, baik infrastruktur politik maupun suprastruktur politik untuk menjauhkan Negara dari ajaran-ajaran Islam kaffah semakin menjadi-jadi.
"Bahkan, belakangan ini ada upaya untuk membangun stigma di tengah-tengah masyarakat, bahwa ada segolongan ummat Islam yang intoleran, anti bhineka tunggal ika, tidak Pancasilais, bahkan radikal. Radikalisme cenderung diarahkan hanya terhadap kegiatan segolongan aktifis Islam yang dinilai garis keras, padahal sesungguhnya radikalisme juga tumbuh di luar golongan Islam,"ungkap Usamah.
Usamah berpendapat, fenomena tersebut muncul, akibat sejumlah elit Negara gagal paham dalam menempatkan “nilai-nilai syariat Islam” dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
“Syariat Islam” yang sesungguhnya merupakan ruh dari kalimat tauhid Laa ilaha Illallah: yakni sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, justru dijadikan momok bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia,"ujarnya.
Menghadapi dilema tersebut, katanya lagi, sikap Parmusi sangat tegas dan terang benderang. Sebagai ummat Islam, tak ada ajaran atau nilai-nilai lain yang harus kita anut, taati, dan patuhi, kecuali menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup yang kita yakini bersama.
Kemerdekaan Republik Indonesia, imbuhnya, diyakini oleh the founding fathers negara ini sebagai anugerah Allah SWT, sehingga menempatkan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila.
"Karena memang kebangkitan perjuangan menuju revolusi kemerdekaan RI dimotori oleh para mujahid dan Syuhada serta para tokoh dan ulama pergerakan revolusi sebagai golongan mayoritas, yang merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah,"beber Usamah. (bilal/voa-islam)