SOLO (voa-islam.com)--Salah satu jejak ke biaban PKI (Partai Komunis Indonesia) di Solo, Jawa Tengah adalah Monument Perisai Pancasila. Monumen ini berdiri di bantaran sungai Bengawan Solo, tepatnya di wilayah Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres.
Monumen ini berbentuk tebing batu berukirkan lambang Pancasila. Disampingnya berkibar Sang Merah Putih pada sebuah tiang besi. Monumen ini menjadi saksi gugurnya sejumlah pemuda Islam, termasuk dari kalangan Pemuda Muhammadiyah dan kalangan nasionalis dari Gerakan Pemuda Marhaen pada 22-23 Oktober 1965. Peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan pembantaian di Kedung Kopi.
Saksi sejarah Muhammad Ma’mun (71) mengatakan bahwa saat itu ia adalah Ketua Ranting Pemuda Muhmmadiyah Kampung Sewu, Kelurahan Sewu, Keccamatan Jebres. Peristiwa ini bermula saat aktivis Islam termasuk Gerakan Pemuda Marhaen menggelar aksi penyambutan RPKAD. Setelah aksi selesai, menjelang Maghrib peserta aksi hendak pulang. Namun dibrondong tembakan dari arah Benteng Vasternburgh, yang saat itu dikuasi oleh militer yang berafiliasi dengan PKI.
“Setahu saya, ada satu orang tewas,” ujarnya, Sabtu (22/10) kemarin.
Tidak hanya itu, PKI dan Pemuda Rakyat (underbouw PKI) yang tidak senang dengan aksi penyambutan ini memburu para peserta aksi. Sejumlah Pemuda Muhammdiyah dan Pemuda Marhaen ditangkap, dan dibawa ke Kedung Kopi. Sukiman, aktivis Pemuda Muhammadiyah yang ditangkap dan nyaris dibantai berhasil melarikan diri. Ia menuturkan kebiadaban PKI tersebut.
“Ditempat ini mereka disiksa dan dibunuh dengan keji. Teman saya yang dibunuh antara lain Joko Sasono, Nawir, Suyatno. Kalau dari Pemuda Marhaen Sumewo, Sukamto, Permadi itu bebrapa yang saya ingat,” ujarnya Ma’mun.
Ma’mun tak mempu menahan tangis, jika mengingat proses evakuasi korban kebiadaban PKI. Seluruh korban dibunuh dengan cara keji malam itu 22 Oktober hingga 23 oktobber dini hari menjadi malam paling kelam di Kota Bengawan.
“Ada yang lehernya nyaris putus karena digorok. Permadi teman saya dari Gerakan Pemuda Marhaen, tubuhnya penuh luka tusuk. Joko Sasono teman saya di Pemuda Muhammadiyah juga dibbunuh, kemaluannya dipotong dan disumpalkan ke mulutnya,” ungkap Ma’mun.
Ironisnya, beredar isu bahwa umat Islam melakukan aksi balasan membantai PKI di Solo. Dengan tegas Ma’mun membantah hal ini. Ia menilai isu itu dihembuskan untuk memutar balikan sejarah.
“Itu bohong! Umat Islam di Solo, pasti habis kalau RPKAD tidak datang. Karena Solo ini dikuasai PKI. Maka dari itu monumen ini harus dilestarikan, sebab menjadi satu satunya jejak sejarah pembantaian di Kedung Kopi,”pungkasnya.* [Aan/Syaf/voa-islam.com]