JAKARTA (voa-islam.com) - Radikalisme dinilai telah masuk kalangan kelas menengah dan terdidik yang sewaktu-waktu bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan keutuhan Negara Kasatuan Republik Indonesia.
Demikian kesimpulan dari hasil temuan survei yang dilakukan lembaga survei Alvara Research Centre dan Mata Air Foundation yang dirilis di Jakarta, Senin (23/10).
"Aparatur Negara dan kelompok pekerja di BUMN mulai terpapar ajaran-ajaran intoleransi. Penetrasi ajaran-ajaran intoleransi yang anti pancasila dan NKRI di kalangan profesional masuk melalui kajian-kajian keagamaan yang dilakukan di tempat kerja," kata CEO Alvara Hasanuddin Ali saat memaparkan hasil surveinya.
Survei dilakukan terhadap 1.200 responden di enam kota besar Indonesia yakni Jakarta, bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Profesional yang menjadi responden adalah kalangan PNS, profesional di kalangan swasta, dan juga di kalangan BUMN. Survei dilakukan pada tanggal 10 September-5 Oktober 2017 melalui wawancara tatap muka.
Dalam hasil survei ini diketahui bahwa relasi antara agama dan negara, bahwa dalam persepsi kepemimpinan, ada 29,7% yang tak mendukung pemimpin nonmuslim dan dari jumlah ini 31,3% adalah golongan PNS, kemudian 25,9% swasta dan 25,9% karyawan BUMN. Dalam isu perda syariah, sebanyak 27,6% profesional mendukung perda syariah karena dianggap tepat mengakomodir agama mayoritas.
"Dari jumlah ini, PNS yang mendukung perda syariah sebanyak 35,3%, swaata 36,6%. Adapun yang menyatakan persa syariah tak tepat karena membahayakan NKRI adalah sebanyak 45,1%," ujarnya seperti dikutip dari inilah.com.
Kemudian ketika ditanya Pancasila sebagai idologi negara, mayoritas profesional sebanyak 84,5% menyatakan Pancasila sebagai idiologi yang tepat bagi negara Indonesia sedangkan 15,5% menyatakan idiologi Islam yang tepat.
"Namun menariknya, PNS yang menyatakan idiologi Islam yang tepat di Indonesia ada sebanyak 19,4%, jauh lebih besar dibanding swasta 9,1% dan BUMN 18,1%," jelas Hasanuddin Ali.
Hasanuddin menjelaskan, yang tak kalah menarik, 29,6% profesional setuju bahwa negara Islam perlu diperjuangkan untuk penerapan Islam secara kaffah. Namun ketika dipersempit dengan khilafah sebagai bentuk negara, profesional yang setuju khilafah sebanyak 16%, dan 84% menyatakan yang ideal adalah NKRI.
"Dalam soal jihad untuk tegaknya agama Islam, mayoritas profesional tak setuju berjihad. Namun tak bisa diabaikan juga bahwa ada 19,6% profesional yang setuju bahkan ini lebih banyak PNS dibanding yang BUMN maupun swasta," imbuhnya. [syahid/voa-islam.com]