JAKARTA (voa-islam.com), Meski mendapat tekanan, protes dan penolakan dari banyak kalangan, melalui pemungutan suara yang diselenggarakan pada hari Selasa, 24 Oktober kemaren, akhirnya DPR tetap mengesahkan Perppu Nomer 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi UU.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai pengesahan Perppu Ormas menjadi UU menunjukkan secara nyata berjalannya politik transaksional, menyingkirkan politik rasional.
"Pengesahan itu mengabaikan semua argumen-argumen rasional yang melihat kelemahan Perppu tersebut baik secara formil maupun secara materiil,"kata Juru bicara (HTI), Muhammad Ismail Yusanto dalam keterangannya, Jumat (27/10/2017).
Secara formil, lanjutnya, tidak terdapat alasan yang bisa diterima bagi terbitnya Perppu itu, karena tidak ada kegentingan memaksa yang benar-benar terjadi. Hal ini dibuktikan, 10 hari sejak diterbitkannya Perppu, tidak satupun tindakan pemerintah dilakukan berdasarkan Perppu tersebut.
"Baru di hari ke 10, Perppu itu digunakan untuk membubarkan HTI tanpa alasan yang jelas,"ujar Ismail.
Secara materiil, imbuh Ismail, Perppu Ormas juga banyak mengandung masalah. Diantaranya, Perppu ini nyata-nyata menghapus kekuasaan kehakiman, Ini bertentangan dengan prinsip keadilan hukum yang semestinya selalu menjadi tujuan dibuatnya peraturan perundangan.
"Adanya PTUN dimana Ormas yang dibubarkan bisa mengajukan gugatan atas pembubaran itu, tidak bisa menunjukkan masih adanya kekuasaan kehakiman, karena pengadilan pembubaran berbeda dengan pengadilan gugatan PTUN,"bebernya.
Ismail meneruskan, bahwa Pengadilan pembubaran adalah mengadili
substansi, sedang PTUN adalah mengadili administrasi atau prosedur pembubaran, bukan substansi.
Perppu Ormas juga melahirkan ketidakpastian hukum, terutama mengenai pengertian paham yang bertentangan dengan Pancasila. Penjelasan mengenai paham yang bertentangan dengan Pancasila dari Pasal 59 ayat 4 huruf c mengenai larangan Ormas menganut, mengembangkan dan mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, justru menimbulkan mutlitafsir.
"Ini sangat berbahaya karena Peppu bisa menjadi alat represifism penguasa, dimana penguasa menjadi penafsir tunggal dari apa yang dimaksud paham yang bertentangan dengan Pancasila, sehingga bisa menciptakan extractive institution yang vandalistik,"tuturnya.
Bahkan, lebih dari itu, bila dengan dasar Perppu itu pemerintah membubarkan sebuah Ormas yang menganut atau menyebarkan ajaran mengenai sistem politik dan pemerintahan yang mempunyai dasar agama dalam al Quran dan
As Sunnah, serta pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW lalu diikuti oleh para sahabat, maka Perppu tersebut, menurut Ahli, Dr. Abdul Chair Ramadhan, bisa berakibat menodai atau mengkriminalisasi ajaran agama Islam. (bilal/voa-islam)