SOLO (voa-islam.com)--Kesejahteraan penyuluh agama memperihatinkan. Kebijakan honirarium kementerian agama jauh dari kata layak.
Hal ini diakui Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Kemenag Provinsi Jawa Tengah, H. Farhani. Ia menuturkan beberapa kali muncul kebijakan honorarium bagi penyuluh agama. Jika dilihat secara nominal honor penyuluh agama tampak lebih besar dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2011 honor penyuluh agama hanya Rp 150 ribu. Tiga tahun berikutnya di tahun 2014 honor penyuluh naik 100 persen. Tahun 2016 lalu penyuluh honor penyuluh agama kembali naik sebesar Rp 200 ribu, sehingga honor penyluh agama mwnjadi Rp 500 ribu.
"Ngeri, saya pastikan honor ini belum layak bagi penyuluh kita," ujar Farhani, Sabtu (28/10/2017) kemarin di sela penyuluhan ASN guru madrasah, penyuluh dan guru madrasah non PNS, di Diamon Convention Center, Solo, Jawa Tengah.
Menurut Farhani, penyuluh agama memilki peeran penting bagi Kementerian Agama. Bahkan menjadi ujung tombak suksesnya program-program Kementerian Agama yang hasus disampaikam pada masyarakat.
Bahkan dalam 24 jam penyuluh honorer menyediakan waktu luang untuk menunaikam tugas, kendati bukan berstatus sebagai Apararur Sipil Negara (ASN).
Farhani bahkan melakukan kunjungan ke sejumlah KUA jika singgah ke kabupaten kota di Jawa Tengah. Rata-rata penyuluh tidak berada di tempat karena melakukan penyuluhan. Tak hanya pagi hari, bahkan siang, sore dan malam penyuluh honorer siap menjalankan tugas.
Farhani mengadukan persoalan ini pada Kementerian Agama dan komisi XII yang membidangi penganggaran. Ia berharap tahun depan alokasi dana anggaran untuk Kemenag ditambah khususnya honor bagi penyuluh non PNS.
"Untuk guru non PNS, SK TPG nya sudah selesai, tinggal alokasi anggrannya. Setelah itu kesejahteraan penyuluh kami harap turut dipikirkan," pungkas dia.
Sementara itu, H. Hamdani Kasi Penerangan dan Penyuluhan Agama Islam Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah menuturkan saat ini total jumlah penyuluh agama di Jawa Tengah sebanyak 5300 orang penyuluh. Dari jumlah tersebut hampir separuhnya adalah penyuluh non PNS.
"Sebanyak 505 PNS, 485 non PNS," ujarnya Senin (30/10/2017).
Lanjutnya, dari total penyuluh di Jawa Tengah, 30 persen perempuan sedang 70 persen laki laki. Menurut Hamdani, idealnya dalam satu kelurahan ada tiga penyuluh. Ironisnya jumlah penyuluh masih kurang.
"Dalam satu kelurahan idealnya tiga orang, tapi kenyataannya tiap kecamatan ada delapan orang, entah itu kecamatan besar atau kecil, ya biasanya ada yang merangkap berapa kelurahan. Jadi maklum, kalau mereka tidak pernah ada di KUA," ujar dia.
Lanjutnya, masa kerja penyuluh non PNS hanya satu tahun. Setelah itu dapat dievaluasi. Jika tugas pokok dan fungsi dapat dijalankan dengan baik maka masa kerja dapat diperpanjang kembali. Sebaliknya, jika dinilai tidak kompeten dalam menjalankan tugas, tidak memiliki binaan maka akan dievaluasi dan diganti.
Lanjutnya, tugas pokok dan fungsinya sama dengan penyuluh agama yang PNS. Memberi pembinaan pada masyarakat soal masalah agama Islam, menyampaikan pogram Kemenag khususnya dalam masalah kebijakan agama, memberikan kendampingan terhadap lembaga lain ketika minta bantuan dalam penyuluhan, misalnya BKKBN.
"Tugas pokok dan fungsinya sama dengan penyuluh yang PNS, tapi honor mereka cuma Rp 500 ribu. Ada baiknya masyrakat qisaroh jika mengundang mereka menjadi mubaligh. Tapi memang ada juga yang tidak mau menerima karena semata-mata menunaikan tugas dakwah yang mulia," pungkasnya. * [Aan/Syaf/voa-islam.com]