JAKARTA (voa-islam.com), Pembangunan mega proyek reklamasi hampir rampung, presiden Joko Widodo belum lama angkat bicara soal polemik reklamasi kawasan Teluk Jakarta. Dia menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin untuk reklamasi baik saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta maupun kewenangannya saat ini menjabat sebagai Presiden RI, sebagai mana yang beredar di berbagai media saat diwawancarai oleh wartawan di kawasan Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (1/11/2017).
Bila Presiden Jokowi tidak pernah memberikan ijin reklamasi, lantas siapa yang memberikan ijin tersebut? Menanggapi hal itu, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bidang Lingkungan Hidup menantang Presiden (Joko Widodo) untuk mencopot menteri yang tidak taat perintah presiden, terkecuali Presidennya memang tidak punya nyali.
Mekanisme pencabutan moratorium itu dikeluarkan melalui Surat Menko Maritim Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017 pada 5 Oktober 2017 tentang pencabutan penghentian sementara (moratorium) pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Kami menduga bahwa Mega proyek Reklamasi itu di gunakan untuk kepentingan Pilpres 2019,"kata Sekretaris DPP IMM, Bidang Lingkungan Hidup, Aris Munandar dalam keterangannya, Sabtu (4/11/2017).
Soalnya, lanjut Aris, proyek reklamasi itu terkesan terburu-buru seolah mengejar target. Padahal, belum tuntas mengurus ijin maupun memenuhi studi kelayakan dan kepatutan Amdal, tapi pembangunannya jalan terus.
"Ini kan aneh, seolah negara tidak punya marwah dan tunduk terhadap pengembang,"ujarnya.
Namun, imbuh Aris, jika Jokowi ingin menjaga marwahnya, maka Presiden harus menegaskan penolakan Mega proyek Reklamasi melalui pencabutan Kepres Nomor 52 tahun 1995, kemudian menggantinya dengan Kepres yang baru.
"Oleh karena itu, DPP IMM akan tetap menolak proyek reklamasi, karena selain belum memenuhi Amdal, ada banyak aspek yang dilanggar oleh Mega proyek reklamasi,"tegasnya.
Di antara aspek yang dilanggar itu, adalah melanggar hukum berupa Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Proyek reklamasi juga mengabaikan aspek kemanusiaan seperti melanggar hak pekerjaan dan penghidupan yang layak.
"Dan melanggar jaminan bertempat tinggal dan lingkungan yang sehat yang di jamin konstitusi,"pungkasnya. (bilal/voa-islam)