View Full Version
Sabtu, 04 Nov 2017

KH.Cholil Ridwan: Zaman Rasul SAW, Masjid Juga Pusat Kegiatan Politik

JAKARTA (voa-islam.com), Pendiri Pengajian Politik Islam (PPI), KH Cholil Ridwan mengatakan masjid seharusnya tidak hanya berfungsi untuk kegiatan ibadah saja, sejatinya masjid seperti yang dicontohkan Rasulullah adalah sebagai pusat kegiatan termasuk urusan politik.

Diketahui, PPI juga didirikan oleh sejumlah ulama dan tokoh lainnya seperti KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii (As Syafiiyah) dan KH Syuhada Bahri (Dewan Dakwah)

"Karena itulah kita buat Pengajian Politik Islam (PPI) yang salah satunya untuk mengembalikan fungsi masjid tersebut," ujar  Kiyai Cholil saat memberikan sambutan pada Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) ke-10 di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/11/2017).

PPI, lanjut Kyai Cholil,  ini memiliki tujuan agar umat Islam khususnya para ulama dan tokoh umat melek politik Islam. "Dan itu kita selenggarakan di masjid, untuk menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan. Dulu Nabi tidak pernah membangun kantor, tapi seluruh kegiatan negara Madinah dalam soal ekonomi, sosial, politik bahkan militer itu di masjid," jelasnya.

Umat Islam yang realitasnya punya perbedaan mazhab atau organisasi jangan dijadikan penghalang untuk persatuan umat. "Kita boleh berbeda mazhab, tetapi harus bersatu dalam masalah politik. Dan soal mazhab ini di luar aliran menyimpang seperti Syiah atau Ahmadiyah," kata mantan Ketua MUI Bidang Budaya itu.

Saat ini, lanjut Kyai Cholil, untuk sementara aspirasi umat Islam bisa disalurkan kepada partai Islam dan partai yang berpihak kepada Islam. "Namun PPI sadar bahwa umat Islam butuh partai ideologis yang kaffah dan Islami," tuturnya dihadapan ribuan jamaah yang hadir.

Kembali ia menegaskan, bahwa umat Islam harus melek politik Islam. Politik Islam disini adalah setiap urusan politik yang sesuai dan tidak melanggar aturan Islam, bukan mempolitisasi Islam, membawa-bawa Islam tapi untuk kepentingan pribadi, itu yang dilarang.

"Apalagi buat kalangan pesantren, itu juga harus melek politik karena ada kitab kuningnya. Minimal ada dua kitab soal politik ini yaitu Siyasah Syar'iyah dan Al Ahkam As syultoniyah. Makanya kita perlu juga ngaji bareng (ngabar) bersama ulama dan politisi," tandasnya.

Dalam TAPI ke-10 yang bertemakan "Pancasila, Piagam Jakarta dan Perrpu Ormas" ini juga dibacakan ikrar oleh para ulama dan jamaah. Ikrar tersebut untuk memperkuat persatuan umat Islam dan menolak dukungan terhadap partai politik pendukung Perppu Ormas.

Selain itu, digelar juga deklarasi Gerakan Indonesia Shalat Subuh (GISS) untuk mengajak umat Islam agar istiqomah shalat subuh berjamaah dengan harapan ke depannya setiap masjid di seluruh Indonesia shalat subuhnya ramai seperti shalat jumat. (bilal/voa-islam)


latestnews

View Full Version