JAKARTA (voa-islam.com), Direktur Pengkajian Kebijakan Strategis Pusat HAM Islam Indonesia (Pushami), Jaka Setiawan menilai film Naura dan Genk Juara tidak memberikan contoh yang baik buat anak-anak. Dia termasuk tidak menganjurkan menonton film tersebut.
"Kita rindu film anak yang memberi tauladan, ini panggilan untuk sineas-sineas muslim, Saya termasuk orang yang tidak merekomendasikan nonton film Naura,"katanya kepada voa-islam.com, Jumat (24/11/2017).
Jaka menegaskan bahwa para sineas perfilman harus bisa menempatkan diri di mata masyarakat. Karena, pada masa milenial ini masyarakat sangat kritis dengan film-film yang dilihat menabrak norma sosial dan agama.
Sehingga, jangan heran bila produk film bisa menghadapi kritikan keras dan deras dari masyarakat.
"Ini era zaman konvergensi informasi, kritik itu vitamin, jika kita tidak bisa memanage perilaku dan karya kita bersiap-siaplah menuai sentimen negatif, dan ini sah,"ucapnya.
Jaka menganjurkan para sineas untuk mengambil pelajaran dari film-fikm sukses lainnya tanpa meninggalkan norma dan agama, tanpa menyerang norma dan agama.
"Belajarlah dari film anak Surau & Silek, ini kuat sekali budaya Indonesia nya. Ada Seni budaya, Bela diri, etika, dan agama,"tandas Pengamat Intelijen Independen itu.
Sekedar diketahui, Kontroversi film Naura dan Genk Juara yang bergenre anak-anak ini, menjadi viral setelah seorang ibu memposting ulasan film tersebut setelah menonton dengan anaknya yang masih berusia 8 tahun.
Menurutnya, film itu secara terang-terangan menggambarkan sosok penjahat adalah Muslim dengan tampilan penjahat yang berjenggot, brewokan selalu mengucapkan istighfar dan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah lainnya. Dan lebih ekstrem lagi saat si penjahat dengan lantang mengucapkan kalimat takbir berkali-kali saat diserang oleh Naura dan kawan-kawannya. (bilal/voa-islam)