SUKOHARJO (voa-islam.com)--Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meresmikan masjid baru Universitas Muhammadiyah Surakarta bernama Hj Sudalmiyah Rais, Ahad, (3/12/2017). Peresmian dilakukan oleh Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas. Tokoh reformasi Amien Rais, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dan Rektor UMS Sofyan Anif, Bupati Sukoharjo Wardoyo turut hadir dalam peresmian tersebut.
"Masjid itu sangat penting. Kalau kita baca sejarah justru kampus itu lahir dari masjid. Bukan bangun kampus dulu baru bangun masjid," ujar Yunahar.
Mula-mulanya dibangun masjid, setelah shAlat berjamaah diadakan halaqah untuk belajar. Diantaranya halaqah tafsir, halaqah hadist, halaqah fiqh, halaqah bahasa Arab dan lain-lain. Lama kelamaan masjid penuh dengan jamaah dan kemudian perbesar.
Masjid yang diperbesar kata ahli bahasa masjid yang diperbesar bahasa arabnya Al Jami'u. Lantas munculah istilah masjid Jami', Masjid Raya atau Masjid Agung.
Namun setelah diperbesar tidak juga mampu menampung jama'ah. Lebih banyak orang yang belajar di halaqah halaqah masjid. Akhirnya di kanan kiri masjid dibuat halaqah. Ahli bahasa mengatakan hal itu disebut al jam'iah.
Karena terus berkembang, dibuatlah gedung-gedung di sekitar masjid untuk pembelajaran tafsir, hadist, fiqh, bahasa Arab dan lainnya secara terpisah. Maka dikenalah dengan istilah kuliah. Sehingga menjadi kuliatul quran, kuliatul fiqh, kuliatul hadist, kuliatul lughah dan lain sebagainya.
"Nah itulah yang kemudian menjadi universitas. Saksi dari proses tersebut adalah Al-Azhar, yang sampai saat ini masjidnya masih ada, "ujar Yunahar.
Lanjutnya, hal itulah yang kemudian di iru oleh Barat. Mulai dari gereja lalu membuat sekolah Sabtu, sekolah Minggu. Kemudian mereka terjemahkan saja al jami'ah menjadi university dan kuliah menjadi faculty.
"Di Indonesia pola pendidikan dari masjid dulu adalah pola pesantren. Bermula dari kyai yang mengajar di masjid kemudian menjadi pesantren. Sayangnya pesantren jarang yang berkembang menjadi universitas," ungkapnya.
Yunahar berpesan agar mahasiswa-mahasiswa, khususnya di kampus Muhammdiyah didekatkan pada tiga hal, yakni masjid, ulama dan kitabullah. Jika dulu masjid tidak hanya tempat bersujud, maka sekarang fungsi sosial, kebudayaan masjid sudah dibawa keluar masjid. Kalau dulu orang belajar di masjid sekarang sudah di kampus. Bahkan dulu menerima tamu juga di masjid, sekarang sudah ada hotel.
"Apakah kita akan kembalikan semua ke masjid? Tentu tidak. Tapi subtansi fungsi masjid sebagai tempat sujud itu harus terpelihara. Meskipun belajar di kelas tetap membawa orang sujud kepada Allah Subhana wa Ta'ala," pungkasnya. * [Aan/Syaf/voa-islam.com]