JAKARTA (voa-islam.com), Peringatan Hari Antikorupsi Internasional 9 Desember dan Hari HAM Internasional 10 Desember 2017 kali ini, Pusdikham Uhamka (Pusat Studi dan Pendidikan HAM Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA) menyoroti sejumlah isu besar.
Selain menyoroti langkah Presiden AS Donald Trump yang memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Jerussalem. Pusdikham Uhamka juga menyoroti soal krisis kemanusiaan Rohingya di Arakan, Myanmar.
"Kami mendesak dunia internasional memaksa Pemerintah Myanmar menghentikan pembantaian dan pengusiran di Rakhine State, memenuhi hak-hak dasar pengungsi, memastikan keterpenuhan hak-hak dasar komunitas Rohingya, serta mengadili Pemerintah dan Junta Militer Myanmar ke Mahkamah Internasional/ICC," kata kata Direktur Pusdikham Uhamka, Dr. Maneger Nasution dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu Kemarin (9/12/2017).
Maneger juga meminta Presiden Jokowi agar mengambil inisiatif untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat sesuai janji politiknya, Nawacita.
"Melakukan perbaikan penangan terorisme. Aksi terorisme oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun adalah musuh kemanusiaan. Hanya penanganannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip HAM,"ujarnya.
Kemudian, Manager meminta pemerintah agar memastikan kehadiran negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional warga negara khususnya hak atas kebebasan beragama.
Memastikan kehadiran negara menindak tegas pelaku dan penebar berita hoax demi terpenuhinya hak publik untuk memperoleh informasi yang benar ( rights to know).
Manager juga meminta Pemerintah agar menghentikan, setidaknya menunda proyek reklamasi sampai terpenuhi AMDAL dan disetujui masyarakat terdampak demi terpenuhinya hak publik atas ekologi dan hak-hak masyarakat terdampak.
"Mendukung PP Muhammadiyah melakukan uji materi UU Ormas karena UU itu mengancam masa depan demokrasi dan HAM,"tukasnya.
Selanjutnya, Manager minta pemerintah agar memastikan kehadiran negara untuk mencegah. "Dan memastikan tidak terulang lagi peristiwa-peristiwa kekerasan di sekolah dan merealisasikan sekolah ramah HAM," ujarnya.
Sambung Manager, Pusdikham mendesak Kementerian Agama untuk mengkaji ulang Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
Sebab, menurutnya, jika pemlihan rektor dilakukan oleh Menteri Agama maka akan mematikan budaya demokrasi di kampus. Coba bandingkan, masyarakat awam dipercaya untuk berdemokrasi lewat pileg, pilpres dan pilkada.
"Sementara, para guru besar yang mengajarkan demokrasi dianggap tidak mampu berdemokrasi. Apalagi alasan Kemenag adalah pemilihan rektor oleh senat sering sekali menimbulkan perpecahan di kampus. Ini sungguh mencederai dunia kampus,"ungkapnya.
Terakhir, Pusdikham Uhamka menilai sudah 251 hari (8,5 bulan lebih) kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan (NB) bekum juga ada titik terang yang menggembirakan. Untuk itu, Manager, mendesak Komnas HAM menunaikan mandatnya membentuk semacam TGPF kasus NB dengan melibatkan unsur masyarakat.
"NB dan keluarga juga meminta Presiden membentuk semacam Tim Independen/TGPF kasus NB guna kepastian hukum dan memenuhi hak keluarga untuk tahu tentang tindak lanjut kasus tersebut. Sebab lainnya, ini mengancam masa depan pemberantasan korupsi,"pungkas Mantan Komisioner HAM itu. (bilal/voa-islam)