JAKARTA (voa-islam.com), Komunitas Anak Muhammadiyah (KAM) menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani korupsi E-KTP tidak profesional dan objektif.
Alasannya karena, belum ditetapkannya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menkumham Yasona Laoly, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey sebagai tersangka oleh KPK.
"Ini menunjukan hancurnya penegakan hukum dalam pemerintahan Jokowi saat ini," kata Kordinator KAM, Amirullah Hidayat dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (29/12/2017)
Menurut Amirullah, biasanya bila KPK mendengar ada nama seseorang muncul dalam persidangan kasus korupsi, maka KPK pasti langsung mengejar keterlibatan nama tersebut. Sebab, imbuhnya, hal itu mengindikasikan kuatnya seseorang terlibat korupsi.
"Tetapi (kasus) Ganjar Pranowo Cs, tidak seperti kebiasaan KPK selama ini, maka kita menilai kondisi ini karena ketiganya berasal dari partai PDIP, yaitu Partai utama yang mengantar Joko Widodo menjadi Presiden, dan penilaian seperti ini pasti menjadi penilaian seluruh rakyat Indonesia,"tegasnya.
Apalagi, katanya lagi, masih segar dalam ingatan seluruh rakyat Indonesia terhadap statemen Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah beberapa waktu lalu yang mengatakan, bahwa berdasarkan pengakuan Setya Novanto kepada Fahri Hamzah, mantan Ketua DPR Setnov sudah benerapa kali menjumpai Presiden Jokowi. "Ini sama saja Fahri mengatakan bahwa Presiden mengetahui permasalah Korupsi E KTP secara Komprehensif, ujar Amirullah Hidayat.
"Maka saya selaku mantan relawan Jokowi yang terlibat dalam memenangkan beliau dalam Pilpres yang lalu, mempunyai tanggung jawab moral bagaimana Presiden Jokowi tidak mengkhianati Nawa Cita,"sambungnya.
Karena, ujar Amirullah, Nawa Cita itu adalah janji kampanye Jokowi yang tim sukses yakinkan kepada rakyat. "Sebab, salah satu isi dari sembilan janji Nawa Cita adalah menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya,"pungkasnya. (bilal/voa-islam)