View Full Version
Sabtu, 30 Dec 2017

Catatan Kritis Situasi Demokrasi Rezim Jokowi-JK

JAKARTA (voa-islam.com), Direktur Pusat Pendidikan HAM (Pusdikham) Uhamka, Maneger Nasution melalui catatan akhir tahunnya, mengkritik situasi demokrasi Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, di antaranya saat Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. Regulasi hukum yang dapat membubarkan Ormas, tanpa melalui Pengadilan.

"Dan, celakanya DPR mengesahkan RUU Perppu Ormas tersebut. Kini Perppu Ormas yang digagas rezim Jokowi itu resmi menggantikan UU Nomor 17 tahun 2013," kata Maneger dalam keterangannya, beberapa waktu lalu (28/12/2017).

Lanjutnya, pengesahan Perppu Ormas itu menjadi UU Ormas memantik pro-kontra. Bagi yang pro, meyakini UU Ormas itu adalah bentuk kehadiran negara mengatur hak-hak sipil warga negara.

"Sedang bagi yang kontra, menilai UU Ormas teranyar itu di samping cacat proses kelahiran, substansinya juga mengancam masa depan demokrasi dan HAM serta mengingkari Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat) Untuk itu, mendukung PP Muhammadiyah melakukan uji materi (Judicial review) UU Ormas tersebut," ungkap Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah itu.

Selain soal UU Ormas, Manaeger juga menyoroti soal sekolah ramah HAM. Pemerintahan Jokowi, menurutnya, harus memastikan kehadiran negara untuk mencegah dan memastikan tidak terulang lagi peristiwa-peristiwa kekerasan di sekolah dan merealisasikan sekolah ramah HAM.

Selain itu, soal demokrasi kampus, Manaeger mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Kementerian Agama untuk mengkaji ulang Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Sebab, imbuhnya, jika pemilihan rektor dilakukan oleh Menteri Agama maka akan mematikan budaya demokrasi di kampus.

"Coba bandingkan, masyarakat awam saja dipercaya untuk berdemokrasi lewat pileg, pilpres dan pilkada. Sementara para guru besar yang mengajarkan demokrasi justru dianggap tidak mampu berdemokrasi," tegasnya.

Apalagi, katanya lagi, alasan Kemenag adalah pemilihan rektor oleh senat sering sekali menimbulkan perpecahan di kampus. "Ini sungguh mencederai prinsip demokrasi dunia kampus,"ujarnya. (bilal/voa-islam)


latestnews

View Full Version