JAKARTA (voa-islam.com)--Ketua Umum Demisioner Forjim Forum Jurnalis Muslim (Forjim), Adhes Satria dalam pidato perpisahannya mengatakan, regenerasi kepemimpinan atau kaderisasi adalah suatu hal yang penting. Di era globalisasi sekarang ini, tantangan jurnalis muslim semakin berat.
Demikian ia ungkapkan, saat Musyawarah Nasional (Munas) Pertama Forjim di Jakarta, Jum’at-Sabtu (5-6 Januari 2018). Munas yang bertema “Mengukuhkan Jurnalis Muslim sebagai Agen Perubahan” ini memiliki beberapa agenda, salah satunya adalah pemilihan Ketua Umum Forjim yang baru untuk periode 2018-2021.
“Hari ini kita menyaksikan berita hoax berseliweran di media sosial, fitnah kian membabi buta, berita tendensius terus menerus menyudutkan Islam dan umat Islam. Disinilah peran Jurnalis Muslim menjaga umat ini, mengantisipasi berita-berita yang menyesatkan dan informasi tak bermutu. Kita ingin masyarakat menjadi lebih baik, mendapat informasi yang benar, inspiratif dan bermanfaat,” ungkap Adhes, lelaki jebolan IISIP ini.
Mengutip Al Qur’an Surah Al Hujuraat ayat 6, Allah Swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”.
Dikatakan Adhes, sesuai misinya, Forjim yang berdiri sejak 2010 ini, ingin mengawal perjuangan umat Islam, mengadvokasi umat yang terzalimi, menegakkan dan berpihak pada kebenaran dan melawan kebatilan. Karena itu Forjim sebagai jurnalis muslim yang wasathan (pertengahan) berupaya untuk tampil “terdepan Membela Umat”.
Sebagai wadah silaturahim, Forjim membuka ruang dialog, dan sarana edukasi umat terkait hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik dan keumatan. Dalam menjalankan agendanya, Forjim tak berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi dan networking dengan segala elemen.
Suarakan Aspirasi Umat Islam
Selama memimpin Forjim selama satu periode, Adhes yang pernah bekerja di Majalah Sabili ini mengakui adanya kekurangan dalam menjalankan amanah organisasi. Ke depan kepemimpinan Forjim yang baru diharapkan melanjutkan perannya dalam menyuarakan aspirasi umat Islam, mengawal ulama dan mencerdaskan umat.
“Jika kepemimpinan saya selama ini belum menjadi teladan, ketiadasempurnaan, dan program yang tak sepenuhnya terlasana, saya mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya,” tandasnya.
Dalam perjalan Forjim, terus dilakukan koordinasi dan konsolidasi dengan rekan-rekan jurnalis muslim yang memiliki visi dan misi yang sama dengan membangun komunikasi yang baik dan mengedepankan persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah di atas segalanya.
“Itulah sebabnya, Forjim menyampingkan hal-hal terkait khilafiyah. Forjim lebih memprioritaskan persamaan dan meninggalkan perbedaan. Jika terjadi perbedaan pendapat, tetap mengedepankan etika ukhuwah dan tidak mengganggu persahabatan serta persaudaraan yang telah terjalin erat,” tukas Adhes.
Diharapkan, pemimpin dan anggota Forjim kedepan harus tetap menjaga keutuhan dan kekompakan dalam melaksanakan agenda bersama. Motto “Hidup Penuh Manfaat” harus menjadi landasan untuk menjadikan Forjim sebagai agen perubahan.
Lebah sebagai logo Forjim, merupakan falsafah bahwa Jurnalis Muslim dan elemen umat lain harus memiliki karakter atau sifat saling tolong menolong dalam kebaikan (Ta’awun), berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat), dan saling nasihat-menasihati.
“Semoga Munas I Forum Jurnalis Muslim (Forjim) yang telah dilaksanakan, betul-betul menjadi agen perubahan dan berkontribusi untuk Islam dan umat Islam dimanapun berada,” harapnya. (bilal/voa-islam)