View Full Version
Jum'at, 02 Feb 2018

Dr Maza: Pahami Hadist dengan Konteks Beda dengan Liberalisme

JAKARTA (voa-islam.com), Ulama Besar Malaysia Prof Dr. Mohd Asri Zainul Abidin (Dr. Maza) dalam safari dakwahnya di Indonesia akan membedah buku berjudul "Bahaya Memahami Hadist tanpa Konteks"

Dr Maza sedikit menerangkan maksud keharusan memahami hadist dengan konteks. Menurutnya, umat Islam banyak yang ingin mengamalkan agama dalam kehidupannya, salah satunya dengan menggunakan hadits. Namun, seringkali karena tidak tepat memahami konteks suatu hadist, akhirnya umat tidak mampu merespon isu-isu kontemporer.

Mufti negara Bagian Perlis ini mencontohkan tentang hukum larangan wanita bepergian tanpa mahram. Bila tidak memahami konteks hadist tersebut. Maka, wanita akan sulit bepergian ke tempat publik yang penting, seperti ke sekolah, masjid, dan pasar.

"Padahal situasinya berbeda, saat ini bepergian dari Jakarta ke Yogyakarta bagi seorang wanita mungkin sudah jauh, tapi kondisinya ramai dan lebih aman, berbeda dengan situasi pada zaman Nabi, kita harus liat latarnya,"kata Dr Maza dalam konferensi Pers di Jakarta, Kamis Kemaren (1/2/2018).

Ia juga mencontohkan hukum menjawab salam kepada orang kafir yang mengucapkan assalamualaikum. Ada hadist, yang menganjurkan menjawab salam cukup dengan kata "alaikum" kepada orang kafir yang mengucapkan salam.

Menurutnya, anjuran tersebut tidak mutlak, sebab konteks hadist tersebut menjelaskan jawaban untuk orang kafir yang mengucapkan salam dengan niat buruk atau menghina. "Tapi, kalau hari ini ada orang kafir mengucapkan salam dengan niat yang baik dan benar, maka kita jawab dengan lengkap, waalaikumsalam" tuturnya.

Kendati demikian, kata Dr Maza, memahami hadist sesuai konteks bukan bermakna liberal. Sebab, ada jurang perbedaan yang dalam dengan kaum liberal dalam menyikapi nash.

Dr Maza menjelaskan bahwa kaum liberal itu berusaha menafikan nash Quran atau Hadist, bagi liberal apabila nash bertentangan dengan akal akan ditolak. sementara memahami hadist sesuai konteks tetap berpegang dengan nash, hanya menyesuaikan konteks latar suatu hadist muncul.

"Kalau kita zakat di Indonesia dan Malaysia dengan beras, padahal di hadist itu zakat dengan biji gandum, artinya kita mengamalkan hadist sesuai konteks. Tapi, bagi liberal kalau bisa hukum zakat dihapus, itu bedanya," katanya.

Lebih dari itu, lanjutnya, tidak semua nash ada konteksnya. "Masalah aqidah tidak ada konteks, haram zina tidak ada konteks, tapi ada perkara-perkara yang memiliki konteks seperti cara berpakaian," ujarnya.

Ia juga mencontohkan soal hadist tentang anjuran berpakaian dengan gamis untuk membedakan cara berpikir liberal dengan ilmu memahami hadist dengan konteks. Karena, liberal sering membajak istilah membaca konteks untuk membolehkan wanita berpakaian minim atau tanpa hijab

Ia berpendapat, sering orang hanya berpegang dengan satu hadist soal pakaian yang disukai Nabi saw yaitu gamis, sedangkan di hadist lain juga ada menceritakan Nabi menggunakan baju besi. Kalau seseorang menaiki sepeda motor, tentu yang cocok memakai pakaian dan helm bukan gamis dan sorban.

"Karena yang tepat qiyasnya dengan Nabi memakai baju besi, dalam konteksnya itu sama, karena konteksnya keselamatan. Kita berpakaian ada konteks, tapi ada kondisi berpakaian yang tidak boleh ditinggalkan seperti menutup aurat, ada perkara yang tsawabit atau tetap, ada perkara yang dapat berubah atau mutaghayirat,"bebernya.

Safari dakwah Dr Maza difasilitasi oleh Sahabat Dakwah Internasional (SDI), rencananya selama di Indonesia Dr. Maza akan melakukan bedah buku, ceramah dan bertemu dengan tokoh-tokoh ormas Islam.

Ketua SDI, Bukhari Wahid menegaskan bahwa SDI dibentuk untuk menghadirkan ulama, dai-dai, dan intelektual internasional.

 "InsyaAllah kita akan mengundang Yusuf Estes, pada bulan Maret," katanya. (bilal/voa-islam)


latestnews

View Full Version