View Full Version
Senin, 26 Feb 2018

Muzakarah Ulama Tasikmalaya Soroti Fenomena Penyiksaan terhadap Ulama

TASIKMALAYA (voa-islam.com)--Di antara fakta dan hoax, begitulah isu yang berkembang mengenai teror dan penganiayaan terhadap ulama. Banyaknya kabar hoax yang beredar melalui sosial media, tidak bisa memungkiri berbagai fakta yang terjadi.

Diawali dari serangan terhadap Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Santiong Cicalengka, KH Umar Basri, sehingga beliau menderita trauma hebat. Kemudian penganiayaan terhadap Kepala Operasi (Ka Ops) Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), Ustadz R Prawoto, hingga beliau wafat.

Kemudian serangan terhadap KH. Hakam Mubarok, yang merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Serta beberapa kejadian aneh akibat perilaku orang tak dikenal dan ‘gila’ di beberapa daerah. Termasuk kejadian terakhir di Ponpes Cipasung Tasikmalaya, Jawa Barat.

Menyikapi hal tersebut, sekitar 50 orang ulama dan aktifis muslim berkumpul di Ponpes Manahijul Huda, Rajapolah Tasikmalaya. Forum Mudzakarah Ulama yang digagas oleh Forum Bela Ulama ini berlangsung pada Sabtu malam, 24 Februari 2018 bertajuk “Stop Penyiksaan dan Pengancaman Kepada Para Ulama”. Meskipun hujan mengguyur sebagian besar daerah Tasikmalaya, namun hal tersebut tak sedikit pun menyurutkan para peserta untuk hadir dan menunjukkan pembelaannya terhadap para ulama.

Dalam sambutannya kepada para hadirin, Pimpinan Ponpes Manahijul Huda KH. Falahudin menegaskan bahwa ada lima tantangan kesulitan yang harus selalu diwaspadai oleh kaum mukmin. Yakni orang kafir yang selalu memerangi, kaum munafik yang selalu membenci, mukmin yang memiliki kedengkian, setan yang menyesatkan dan hawa nafsu yang menggoda.

Oleh karena itu, ada orang yang tidak mau khilafah tegak, hukum Allah ditegakkan di muka bumi serta pemimpin muslim manggung. Sehingga kita harus selalu waspada. Karena meskipun teror yang terjadi ini nampak kepada kalangan ulama, sejatinya itu ditujukan kepada umat Islam.

Selanjutnya, K. Dedi Banda Sanzs dari Sukaguru Singaparna memaparkan bahwa peran ulama di Indonesia sangatlah besar, baik pra kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan. Dari mulai melawan penjajahan ala kapitalisme VOC serta komunisme ala PKI hingga menjaga ajaran Islam dengan mendirikan berbagai pesantren.

Peran ini merupakan peran besar yang tak bisa dikucilkan. Beliau pun membandingkan antara peran ulama di masa kejayaan Islam dan di masa kini. Ketika Islam memimpin, para ulama diposisikan sebagai orang yang dipatuhi oleh para penguasa. Sehingga seorang Imam Malik, berani menegur Khalifah hanya karena ia duduk bersender ketika menghadiri majlis ilmunya. Sebaliknya, dalam sekulerisme, ulama kerap kali hanya dijadikan stempel berbagai kezaliman penguasa. Karena itulah, kita harus berpadu untuk membangun kesadaran akan urgensi penerapan syariah Islam.

Mengamini hal tersebut KH.Taufiq Hambali pimpinan Ponpes Al Ihsan Padakembang menegaskan bahwa harus harus ada kebersamaan yang kontinyu di kalangan para ulama. Terutama dalam menyikapi berbagai isu yang menimpa umat Islam tanpa ada ketakutan. “Ini demi izzul Islam wal muslimin,” tegasnya.

“Kita siap membela Islam! Siap membela Ulama! Takbir!, ” seru Ustadz Nurris dengan penuh semangat kemudian disambut dengan pekikan takbir para peserta yang hadir.

Pimpinan Ponpes Nafiisul Ula ini menegaskan bahwa kita mesti berhati-hati dalam menyikapi isu teror dan penyiksaan terhadap ulama ini. Jangan sampai kita terbawa emosi dan pamer tindakan anarkis, terutama di sosial media. Sehingga nantinya, malah kita sendiri yang akan terkena dampaknya. Namun demikian kita mesti selalu waspada dan siap siaga untuk selalu membela Islam dan ulamanya.

Adapun Ustadz Umuh Muhsin menegaskan bahwa jaminan keamanan terhadap para ulama merupakan tugas aparat keamanan. Oleh karena itu untuk menyikapi aksi teror yang terjadi belakangan ini, beliau menegaskan bahwa para ulama harus banyak berperan untuk menekan aparat. Karena yang paling berwenang menangani tindakan kejahatan itu adalah para aparat.

Kalau terkesan lambat, justru harus kita pertanyakan. Selanjutnya kondisi yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa para ulama itu tidak aman, terutama bagi yang kritis. Jangan sampai pula kita mengatakan hoax tetapi korban nyata telah berjatuhan. Hal ini kontradiktif dengan fakta yang ada. Dengan berbagai kejadian yang tidak aman ini menunjukan bahwa kita merindukan sistem yang menjamin keamanan para ulama, dan itu adalah sistem Islam.  

Tidak hanya para Ulama, Komunitas santri sosial media pun aktif mengikuti kegiatan tersebut hingga akhir, salah satunya Ust. Farid Hilman. Beliau menjelaskan bahwa saat ini telah terjadi polarisasi antara Islam dan orang yang membencinya. Orang yang membenci Islam semakin menampakkan kebenciannya, sebaliknya ghirah umat Islam untuk memperjuangkan Islam dan bersatu pun semakin nampak. Inilah yang menjadi ketakutan pihak-pihak atau orang-orang yang tidak menyukainya. “Teror ini terjadi secara sistemik dan ada dalangnya,” tegasnya. 

Menurut beliau, yang pertama para ulama harus bersatu dan menyingkirkan dulu perbedaan yang ada. Yang kedua, para ulama harus berani bersuara dan menyerap informasi yang benar. Dan yang ketiga kita harus punya solusi atau obat penghilang rasa sakit. Sehingga jika mereka ingin kita bungkam, kita harus bersuara. Jika mereka ingin kita takut, kita harus berani.

“Terakhir, mari kita tingkatkan kedekatan kita kepada Allah Ta’ala. Jika kita menginginkan agar Allah Ta’ala menolong kita atas berbagai teror ini maka marilah kita menolong agama Allah. In tanshurulloha yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum,” pungkasnya.* [Ary/Syaf/voa-islam.com]

 


latestnews

View Full Version