JAKARTA (voa-islam.com), Merebaknya wacana kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tengah publik, menimbulkan dua pandangan terkait isu tersebut. Ada yang memandang sebagai kenyataan dan ada yang memandang sebagai propaganda belaka. Menyikapi hal tersebut, Nahdlatul Ulama (NU) menilai cara pandang keduanya tidak menguntungkan kehidupan berbangsa.
"Kalau sesuai tema 'realita atau propaganda', kami tidak ingin kedua-duanya. Karena itu masa kelam yang menyakitkan kalau bisa kita sudahi," kata Ketua Bidang Media PBNU KH. Mukhlas Syarkun saat berbicara dalam diskusi "Isu Kebangkitan PKI: Realita Atau Propaganda?" di Hotel Grand Sahid Jakarta, Selasa (6/3/2018).
Muchlas mengatakan PBNU tidak ingin terperosok jauh kedalam isu PKI, karena khawatir isu ini akan dijadikan komoditas politik dengan mengaitkan NU.
Oleh karena itu, PBNU selalu menjadi penengah pihak-pihak yang berkonflik terkait peristiwa 1965. Bahkan, imbuhnya, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menjabat presiden pernah menggagas rekonsiliasi.
"Dulu Gus Dur pernah suruh pak Yusril ke Belanda, agar hak-hak politik PKI dipulihkan. Sudah dipulihkan, eh malah digugat, sebagai negara untuk membayar pampasan perang, sudah ditolong malah mentung," ujarnya.
Muchlas menegaskan bahwa NU menyadari ada tendensi balas dendam, ada indikator-indikator eksistensi PKI, tapi NU menyikapinya dengan soft, karena tidak mau dieksploitasi oleh kepentingan politik.
"Kita mau ada rekonsiliasi secara alamiah, tapi kami siap untuk menghadapi segala kemungkinan, tapi yang kita inginkan kedepan sudah ya sudah. Kita ingin terjadi rekonsiliasi alamiah, kita anggap itu sebagai kecelakaan sejarah,"tuturnya.
Muchlas menekankan kembali agar semua pihak menyudahi segala bentuk dendam, lalu mengedepankan islah secara kultural. NU sendiri menurutnya, sudah banyak mendorong rekonsiliasi seperti menyantuni dan mengadvokasi keluarga keturunan PKI.
"Jadi kita sudahi, tapi jangan diungkit-ungkit lagi, dibawa ke Mahkamah Internasional, Presiden lagi-lagi ditekan minta maaf,perbuatan-perbuatan seperti inilah merusak kebesaran hati kita, bangsa kita ini bangsa pemaaf, yang sudah sudahlah,"tukasnya.
Muchlas juga meminta agar negara berperan aktif menegakan hukum untuk meminimalisir konflik wacana di media massa, media sosial dan di kehidupan nyata.
"Kita tidak mau hantam-hantaman di dunia maya menjadi hantam-hantaman di dunia nyata, sekali lagi negara harus hadir agar menuntaskan, agar isu-isu PKI tidak merebak, apalagi kita sudah punya instrumen seperti Tap MPRS,"pungkasnya. (bilal/voa-islam)