JAKARTA (voa-islam.com), Badan Hukum Front (BHF) FPI mengecam keras tuntutan Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGKJ) untuk membongkar menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
Koordinator BHF FPI, Aziz Yanuar, SH menilai sikap gereja yang tertuang dalam keputusan PGGKJ pada 16-2-2018 dalam 8 poin melanggar Hak Asasi Manusia.
"Poin 1,3,4,5 dan 7 adalah bentuk pelanggaran HAM bahkan masuk ranah tindak pidana," kata Azis kepada voa-islam.com, Senin (19/3/2018).
Azis menjelaskan tuntutan poin nomor (1) soal pelarangan adzan, nomor (3) soal pelarangan pakaian seragam sesuai agama yang dianut, nomor (4) soal melarang adanya ruang khusus untuk ibadah dan nomor (5) soal melarang pembangunan masjid dan mushola tanpa memandang adanya umat Islam yang membutuhkan tempat ibadah layak sesuai ketentuan pemerintah, serta nomor (7) soal melarang menara rumah ibadah,sementara hal itu masuk dalam ranah syariah Islam dan merupakan bagian dari ibadah.
"Ini jelas adalah suatu pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam pasal 28 E ayat (1) dann(2) dan pasal 29 ayat (2) uud 1945 juga pasal 4 dan pasal 22 uu no.39 thn 1999 tentang HAM,"ujarnya.
Bahkan, sambung Azis, dalam edaran itu terdapat semacam ancaman nyata. Hal itu merupakan tindak pidana pelanggaran pasal 175 KUHP dengan ancaman lebih dari 1 tahun penjara serta merupakan sebuah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sesuai ketentuan 1365 KUHPERDATA.
"Hal ini dapat digugat ke pengadilan, dilaporkan ke komnas HAM sesuai ketentuan pasal 90 ayat (1) UU HAM bahkan kepada pihak kepolisian,"tegasnya.
Aziz berpendapat, selain seabreg pelanggaran hukum, sikap PGGKJ juga merupakan bentuk tindakan intoleransi dari minoritas dan dapat menimbulkan kondisi yang meresahkan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berbhineka tunggal ika.
"Ini nyata juga merupakan bentuk provokasi dan tindakan intoleran sangat nyata serta menantang kerukunan beragama di republik ini,"ucapnya.
Azis meminta aparat hukum agar mengambil tindakan tegas, karena tuntutan PGGKJ dapat menimbulkan gesekan horisontal di daerah-daerah lain di Indonesia.
"Kami menuntut peran aktif pemerintah atas tindakan intoleran, provokatif dan arogan ini, "pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, PGGKJ menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha karena lebih tinggi dari bangunan-bangunan gereja yang banyak ada di Sentani. Ketua Umum PGGKJ, Pendeta Robbi Depondoye menyatakan, pembongkaran harus dilakukan selambat-lambatnya pada 31 Maret 2018, atau 14 hari sejak tuntutan resmi diumumkan hari ini. PGGKJ juga sudah menyurati unsur pemerintah setempat untuk pertama-tama menyelesaikan masalah sesuai aturan serta cara-cara persuasif.
Cara lain akan ditempuh jika dalam 14 hari, belum ada titik temu penyelesaian masalah.
Berikut delapan tuntutan dari PGGJ Jayapura:
1. Bunyi Adzan yang selama ini diperdengarkan dari toa kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.
2. Tidak diperkenankan berdakwah di seluruh tanah Papua secara khusus di Kabupaten Jayapura.
3. Siswa-siswi pada sekolah-sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam/busana yang bernuansa agama tertentu.
4. Tidak boleh ada ruang khusus seperti musala-musala pada fasilitas umum, sekolah, rumah sakit, pasar, terminal, dan kantor-kantor pemerintah.
5. PGGJ akan memproteksi di area-area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan masjid-masjid dan musala-musala.
6. Pembangunan rumah-rumah ibadah di Kabupaten Jayapura Wajib mendapat rekomendasi bersama PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik Hak Ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.
7. Tinggi bangunan rumah ibadah dan menara agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.
8. Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Jayapura Wajib menyusun Raperda tentang kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.
Berdasarkan delapan poin penting di atas maka sikap PGGJ terkait pembangunan Masjid Al-Aqsha:
1. Pembangunan menara masjid Al-Aqsha harus dihentikan dan dibongkar.
2. Menurunkan tinggi gedung masjid Al-Aqsha sejajar dengan tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya. (bilal/voa-islam)