ACEH BESAR (voa-islam.com)--Terbongkarnya kasus prostitusi online “jilid 2” di Hotel The Pade, Aceh Besar, masih menyisakan banyak persoalan. Salah satunya terkait hukuman yang pantas diberikan kepada para pelakunya, baik untuk germo, wanita pesanan dan pihak hotel.
Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh, Dr Tgk Hasanuddin Yusuf Adan, MCL MA pun angkat bicara terhadap persoalan tersebut. Menurutnya para pelaku itu harus di hukum dengan hukuman cambuk dengan jumlah cambukan sesuai dengan tingkatannya.
“Saat ini di Aceh sudah berlaku Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Dan kepada pelaku tersebut harus di hukum cambuk sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Qanun Jinayah itu,” kata Tgk Hasanuddin Yusuf Adan, Selasa (27/3/2018).
Tgk Hasanuddin menjelaskan dalam pasal 3 ayat 2 Qanun Jinayah tersebut mengandung ancaman hukuman terhadap 10 jarimah (perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam), yaitu 1. Khamar (minum arak), 2. Maisir (berjudi), 3. Khalwat (berduaan antara lelaki dengan perempuan yang bukan mahram di tempat yang sepi), 4. Ikhtilath (bermesraan laki-perempuan yang bukan mahram di tempat keramaian); 5. Zina, 6. Pelecehan seksual, 7. Pemerkosaan, 8. Qadzaf (menuduh orang berzina tapi tidak menghadirkan empat orang saksi yang melihat kemaluan pezina lelaki keluar-masuk dalam kemaluan pezina perempuan), 9. Liwath (homo sexual), dan 10. Musahaqah (lesbian).
“Dikarenakan dalam kasus prostitusi online ini melibatkan tiga pihak, yaitu germo, wanita pesanan dan pihak hotel, maka ketiganya ini bisa dijerat dengan Qanun Jinayah tersebut,” tegas Tgk Hasanuddin.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN AR-Raniry ini menjelaskan pihak pertama yang terlibat adalah Andre sebagai tukang promosi zina. Sang germo ini terjerat pasal 33 ayat (3) Qanun Jinayat. Pasal tersebut berbunyi “Setiap Orang dan/atau Badan Usaha yang dengan sengaja menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus) bulan”.
“Sang germo diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus) bulan,” jelas Tgk Hasanuddin.
Pihak kedua adalah perempuan pesanan yang sudah berbuat zina atau tidak sampai berbuat zina tetapi sudah melakukan khalwat. Bagi mereka terancam hukuman dalam jarimah khalwat sesuai dengan ketentuan pasal 23 ayat (1) Qanun Jinayat yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 10 (sepuluh) kali atau denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau penjara paling lama 10 (sepuluh) bulan”.
“Akan tetapi jika para lonte ini mengaku telah berzina maka bagi mereka 100 kali cambuk. Hal tersebut juga diatur dalam Qanun Jinayah pasal 33 ayat (1),” terang Tgk Hasanuddin.
Sementara pihak ketiga adalah pemilik hotel yang terjebak dengan penyediaan fasilitas berupa kamar untuk orang-orang berbuat zina/khalwat. Maka terancam dengan pasal 23 ayat (2) Qanun Jinayat yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 15 (lima belas) kali dan/atau denda paling banyak 150 (seratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 15 (lima belas) bulan”.
“Kalau pihak hotel terbukti menyediakan fasilitas untuk pelaku zina maka ia terjerat dengan pasal 33 ayat (3),” ungkap Tgk Hasanuddin.
Dengan demikian, lanjutnya kepolisian wajib memeriksa kasus tersebut dengan seksama, serius, adil, muslihat, dan berperadaban. Kalau ternyata melanggar Qanun Hukum Jinayat maka polisi harus segera menyeret mereka ke meja hijau mengikut prosedur yang berlaku.
Ia juga berharap Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Besar atas dasar pemimpin ummat harus bertanggung jawab terhadap kasus prostitusi online itu dan bertindak tegas sesuai dengan hukum Islam yang di atur dalam Qanun Jinayah. Selain itu bagi hotel yang terlibat agar dicabut izin operesionalnya.
“Masyarakat Aceh sangat antusias dengan pelaksanaan syari’at Islam di Aceh, maka penegak dan pelaksana hukum di Aceh juga harus lebih antusias lagi untuk menuntaskan kasus semacam itu,” pungkas Tgk Hasanuddin.*[Murdani/Syaf/voa-islam.com]