JAKARTA (voa-islam.com)—Meski UU Jaminan Produk Halal (JPH) sudah disahkan empat tahun lalu, namun sampai saat ini belum dirasakan dampaknya di tengah masyarakat.
Menurut Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) salah satu penyebab dari persoalan ini adalah belum terbitnya PP sebagai peraturan pelaksana UU. Kemudian imbas dari belum terbitnya PP ini adalah tidak berfungsinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Peraturan Pemerintah (PP) yang belum terbit sebagai peraturan pelaksana undang-undang berkontribusi menjadikan tidak berfungsinya secara efektif Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal,” ujar Ikhsan Abdullah dalam siaran pers yang diterima Voa Islam baru-baru ini.
Dijelaskan Ikhsan, salah satu tugas BPJPH dan MUI yang tertera dalam UU JPH adalah merumuskan standar akreditasi bagi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Sertifikasi bagi auditor halal.
“Hingga saat ini belum lahir satu pun Lembaga Pemeriksa Halal dan mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, karena syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang telah disertifikasi oleh MUI,” jelas Ikhsan.
Ikhsan melanjutkan, kondisi ini diharapkan tidak menimbulkan keraguan dan kegamangan apalagi kegalauan bagi dunia usaha dan Industri serta UKM yang akan mengajukan permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal. Dan tidak perlu juga harus menunggu karena UUJPH telah cukup memberikan instrumen untuk mengantisipasi keadaan demikian.
Menurut Ikhsan, kewajiban (mandatory) sertifikasi halal bagi setiap produk semakin dekat, yakni 17 Oktober 2019. “Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah perihal permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal saat ini diajukan kepada LPPOM MUI ataukah ke BPJPH?” ujar Ikhsan.
Ikhsan mengungkapkan, tarik menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya penerbitan Peraturan Pemerintah. Macetnya Pembahasan PP perlu dihawatirkan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan berarimplikasi pada penerapan sistem jaminan halal di Indonesia.
Berangkat dari persoalan ini serta upaya mencari solusi IHW akan menyelenggarakan seminar yang direncanakan pada 24 April 2018. acara tersebut sekaligus untuk menjaring berbagai masukan yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyongsong babak baru sertifikasi. Yakni dari sertifikasi sukarela (voluntary) menjadi wajib sertifikasi (mandatory) di tahun 2019. Berdasar prinsip perlindungan, kepastian, akuntabel, transparan dan keadilan.
Seminar tersebut akan menghadirkan BPJPH, LPPOM MUI, pemerintah, dunia usaha, akademisi, mahasiswa, pegiat dan komunitas halal serta masyarakat. Hasil seminar diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan pelaksanaan sistem jaminan halal.* [Syaf/voa-islam.com]