JAKARTA (voa-islam.com), Gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kepada pemerintah terkait pembubaran organisasi massa tersebut ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin, 7 Mei 2018.
HTI menegaskan tidak menerima putusan PTUN, melalui Kuasa Hukumnya HTI akan mengajukan perlawanan hukum di tingkat lebih tinggi.
"Pertama kami menolak putusan tersebut, kami akan melakukan banding. kata Gugum Ridho Putra seusai persidangan, di PTUN Jakarta.
Menurut Gugum, secara prosedural persidangan Hizbut Tahrir sejak awal tidak ada due process of law. Gugum mempertanyakan dasar PTUN menyimpulkan Hizbut Tahrir salah sesuai Perppu 2/2017. Padahal, Hizbut Tahrir tidak pernah diperiksa. Selain itu, secara Formil, Gugun meragukan validasi foto dan video yang didapat pemerintah.
"Seharusnya, keputusan majelis hakim dinilai dari 3 hal. Yaitu kewenangan, prosedur dan substansi. Hakim beralasan, HTI tidak dipanggil dan klarifikasi karena dinilai melakukan extra ordinary crime,"jelasnya.
Masalahnya, lanjut Gugum, di dalam Perppu 2/2017, majelis hanya meminta keterangan dari kementerian-kementerian terkait. Apalagi, dalam keterangan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamananan (Kemenkopolhukam) terdapat laporan aktivitas HTI setebal 400 halaman.
"Dimana poin hukum kesalahannya? Kami sudah menguraikan bahwa dari Menkopolhukam tidak ada pemeriksaan. Isinya hanya dukungan pembubaran Hizbut Tahrir dari beberapa Ormas,"bebernya
"Jika majelis mau retroaktif, seharusnya tidak menggunakan Perppu, kendati itu bukan kewenangan majelis,” sambungnya.
Oleh karena itu, kata Gugum, sejak awal dibubarkan pada 19 Juli 2017, HTI tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum. HTI menghormati keputusan pemerintah dan putusan PTUN.
“Kami akan melakukan banding, kasasi sampai ke PK. Walaupun kewenangan PTUN bukan untuk menilai keabsahan Perppu, namun majelis lebih banyak menilai materil. Seharusnya materil dinilai di Pengadilan Negeri,” pungkasnya. (bilal/voa-islam)