JAKARTA (voa-islam.com)--Berdasarkan data proyeksi penduduk yang dikemukakan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Muslim lndonesia tahun 2017 sebanyak 228.608.665 orang atau sekitar 87%.
Tentu, sebagai mayoritas, umat Muslim menjadi penduduk "paling menjadi objek" dalam berbagai sensus. Misalnya, menurut BPS, jumlah penduduk .miskin di Tanah Air pada September 2017 mencapai 26,58 juta jiwa. Sebagian besar, sekitar 17,10 juta jiwa (65/991 adalah penduduk desa. Mereka hampir dipastikan kebanyakan muslim.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan, kategori desa dibagi menjadi lima. Yaitu, desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa berkembang, desa maju, dan desa mandiri.
Secara nasional, jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal mencapai 60% dari total desa. Sedang desa miskin, yang mendapat alokasi dana desa, mencapai 74.954 desa. Dari seluruh desa di Nusantara, ada 1.138 Desa Perbatasan (sensus tahun 2010).
Sedangkan menurut BPS setidaknya ada 1.340 suku bangsa di seluruh Nusantara. Sekitar 10.000 jiwa diantaranya adalah warga suku terasing. Keterasingan, ketertinggalan, keterpencilan, kemiskinan, kebodohan, berjalin-kelindan dengan kemiskinan spiritual. Akibatnya, penduduk di daerah-daerah seperti itu rawan keselamatan aqidahnya.
Keterasingan, ketertinggalan, keterpencilan, kemiskinan, kebodohan warga perbatasan juga membahayakan keutuhan NKRI. Hal tersebut ialah faktor yang melatari berdirinya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia pada 26 Februari 1967 oleh Founding Fathers NKRI.
Demikian disampaikan Ketua Bidang Dakwah Dewan Da'wah Ustaz Misbahul Anam dalam “Public Expose Program Dakwah Nasional 1439 H” oleh Dewan Da'wah Pusat dan Laznas Dewan Da’wah di Gedung Menara Dakwah, Jl Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5) sore.
"Diantara fungsi Dewan Da'wah yaitu mengawal Aqidah dan mendukung keutuhan NKRI. Karena itu, sejak awal Dewan Da'wah didirikan, Pak Natsir Allahu Yarham konsentrasi untuk mengirim da'i ke pedalaman," tutur Misbah.
Program penempatan da'i, lanjut Misbah, semakin berkembang dengan didirikannya lembaga pendidikan kader da‘i yang meliputi jenjang D-2 (diploma 2 tahun) yang diselenggarakan Akademi Dakwah Indonesia (ADI).
Hingga 2018, sudah berdiri ADI antara lain di Aceh, Sambas Kalbar, Batam Kepri, Metro Lampung, Bandung Jabar, Sukabumi Jabar, Serang Banten, Bukittinggi Sumbar, dan Kupang NTT.
"1.200 jejaring da'i Dewan Da'wah yang dikirim sejak era Pak Natsir mengelola ADI. Mereka juga akan melakukan perekrutan untuk memperkuat jaringan di bawahnya. Melalui ADI, kami berharap terbentuk regenerasi dai lokal yang dapat menyesuaikan kultur daerahnya," tandasnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir Ustaz Dwi Budiman memaparkan, para da'i terpilih dari berbagai daerah setelah menempuh D-2, mereka dapat mengikuti jenjang S-1 (strata 1 selama 4 tahun) yang diselenggarakan STID Moh Natsir di Tambun, Jawa Barat.
"Ada dua hal yang kami pastikan pada diri da'i. Yaitu komitmen dakwah dan akhlaq sebagai seorang da'i. Sehingga, komitmen dakwahnya benar-benar kami pastikan ketika perekrutan," kata Dwi.
Guna memantapkan ilmu dan pengalaman dai sebelum diterjunkan ke pedalaman selama 2 tahun wajib, lebih dari seratus da'i mendampingi masyarakat guna memakmurkan Ramadhan di pedalaman Aceh hingga NTT.
"Selama Ramadhan, kuliah diliburkan. Karena Ramadhan momentum yang sangat baik untuk mereka berdakwah. Sekalipun ini latihan, tapi seperti pilot membawa pesawat. Jadi harus benar-benar serius," tukasnya
Hal senada diungkapkan Ketua Bidang Pendidikan STID Ustaz Imam Jamrozi. Melalui tagline "Selamatkan Indonesia dengan Da'wah", maka salah satu kontribusi dalam gerakan da'wah adalah mengirimkan da'i ke penjuru nusantara.
Menurut dia, Indonesia dihadapkan pengangguran akut yaitu pengangguran intelektual. Karenanya, kehadiran da'i diharapkan menjadi solusi perubahan di negeri ini.
"Ceramah bukan satu-satunya jalan untuk membersamai kegiatan dakwah. Maka, kami menanamkan kepada alumnus STID tidak membawa proposal pekerjaan dari satu meja ke meja lain. Da'i dapat melakukan pemberdayaan masyarakat seperti program revolusi pangan di Mentawai," terang Jamrozi.*