View Full Version
Selasa, 24 Jul 2018

MUI Bersyukur MK Tolak Judicial Review oleh Komunitas Ahmadiyah Terkait UU PNPS 1965

JAKARTA (voa-islam.com)—Permohonan uji materi (judicial review) UU No. 1/PNPS/1965 tentang penistaan dan penodaan agama yang dilakukan Jamaah Ahmadiyah tidak dikabulkan Mahkamah Konstitusi.

Putusan yang dibacakan Majelis Hakim MK pada Senin (23/7/2018) ini setelah melalui persidangan yang panjang sejak 24 Agustus 2017.

Koordinator Kuasa Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Dr Ikhsan Abdullah, SH, MH mengapresiasi putusan MK ini.

“Alhamdulillah Allah SWT meridhai kami untuk tetap merawat dan menjaga NKRI dengan istrumen hukum yakni tegaknya UU PNPS  tahun 1965. Karena bila UU ini diruntuhkan maka NKRI akan tercabik-cabik. Dan penghinaan dan penodaan agama makin marak dilakukan oleh orang-orang yang ingin merusak kerukunan dan persatuan umat dalam kerangka NKRI,” ungkap Ikhsan dalam keterangan tertulis yang diterima Voa Islam, Selasa (24/7/2018).

Menurut Ikhsan, UU Nomor 1/PNPS/1965 sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“UU PNPS tahun 1965 sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 45. Dan tetap diperlukan demi menjaga kebebasan penafsiran yang tidak memperhatikan pokok-pokok ajaran agama dengan mengabaikan metodologi penafsiran yang dipergunakan oleh para ahli dan ajaran agama tersebut,” papar Ikhsan.

Pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch ini melanjutkan, “ Sebaliknya jika permohonan itu dikabulkan maka akan mengundang ketidakjelasan dasar serta keluar dari tujuan diadakanya norma tersebut.”

Dikatakan Ikhsan, UU PNPS berisi tentang larangan bagi pihak manapun untuk membuat penafsiran bebas terkait norma agama.

“Artinya Penafsiran terhadap norma dalam agama tertentu harus berbasis pada penafsiran yang diakui kebenaranya oleh para ahli dan penganut agamanya. Bukan ditafsirkan bebas oleh masing-masing individu lalu kemudian meminta dukungan umum,” ungkap Ikhsan.

Kebebasan penafsiran agama, kata Ikhsan, tidak dapat sepenuhnya dilakukan oleh setiap individu. Akan tetapi harus dilakukan berdasarkan metode yang disetujui oleh forum internum dan eksternum suatu agama. 

“Inilah hal penting dalam putusan Mahkamah tersebut,” tegas Ikhsan.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version